Adanya permasalahan peraturan perizinan bangunan gedung yang terjadi di DKI Jakarta akan merugikan banyak pihak. Pelaku industri di bidang properti akan mengalami perlambatan pembangunan gedung, perlambatan izin usaha, hingga penurunan pendapatan akibat penurunan luasan gedung. Dari sisi pemerintah, dalam hal ini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) juga akan mengalami kesulitan saat mengeksekusi suatu izin. Selain itu, masyarakat sebagai konsumen juga akan mengalami kerugian penundaan menikmati pembangunan yang telah direncanakan. Setidaknya terdapat 25 aturan yang mengatur mengenai perizinan bangunan gedung di DKI Jakarta. Dari aturan yang ada, ditemukan aturan yang tidak jelas dan beberapa aturan yang saling berbenturan yang menimbulkan ketidakpastian hingga kekosongan hukum.
Mapping regulasi mengenai perizinan
bangunan di Jakarta
Cara melihat permasalahan perizinan bangunan yang pertama melalui mapping regulasi. Permasalahan yang terjadi tidak hanya pada satu tingkatan perizinan, namun juga berbeda tingkatan. Permasalahan paling banyak ditemukan di tingkat Peraturan Gubernur DKI Jakarta.
Note Tekan kotak yang berwarna untuk melihat detail aturan yang bermasalah.
24 peraturan | UU | PP | Permen | Perda | Pergub | Kepgub | Insgub | Buku BPTSP |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
UU | ||||||||
PP | Berbenturan | Berbenturan | ||||||
Permen | Perlu diperjelas | |||||||
Perda | Perlu diperjelas | Berbenturan | Berbenturan | |||||
Pergub | Perlu diperjelas | |||||||
Kepgub | ||||||||
Insgub | Perlu diperjelas | |||||||
Buku BPTSP | ||||||||
SK | Berbenturan |
Terjadi di tahap perencanaan
Izin Pemanfaatan Ruang
Terjadi di tahap perencanaan
Izin Pemanfaatan Ruang
Terjadi di tahap pelaksanaan
Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
Aturan yang perlu diperjelas
Permen PUPR 25/2007
Terjadi di tahap perencanaan
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
Aturan yang perlu diperjelas
Permen PU 26/2008
Terjadi di tahap perencanaan
Perubahan Perda 3/12 tentang Retribusi Daerah
Aturan yang perlu diperjelas
Perda 1/2015
DetailTerjadi di tahap perencanaan
Izin Pemanfaatan Ruang
Terjadi di tahap perencanaan
Refuge Floor
Terjadi di tahap perencanaan
Persyaratan Teknis Akses Pemadam Kebakaran
Aturan yang perlu diperjelas
Pergub 200/2015
DetailTerjadi di tahap perencanaan
Perizinan dan Rekomendasi Pemanfaatan Ruang
Aturan yang perlu diperjelas
Pergub 209/2016
DetailTerjadi di tahap pelaksanaan
Pengenaan Kompensasi Terhadap Pelampauan Nilai KLB
Aturan yang perlu diperjelas
Pergub 210/2016
DetailTerjadi di tahap perencanaan
Pengadaan Jaringan Utilitas Gas Pada Bangunan Gedung
Aturan yang perlu diperjelas
Insgub 68/2005
Terjadi di tahap pelaksanaan
Penyediaan Jalur Perkerasan
Peraturan perizinan bermasalah.
PP 15/2010 | Permen PU 26/2008 | Perda 1/2012 | Perda 1/2014 | Perda 1/2015 | Pergub 200/2015 | Pergub 209/2016 | Insgub 68/2015 | Buku Pedoman PTSP | SK Damkar 23/2015 | Permen PUPR 25/2007 | Pergub 210/2016
Permasalahan paling banyak ditemukan di tingkat
Peraturan Gubernur
Terdapat 12 permasalahan yang berkaitan dengan peraturan perizinan bangunan di DKI Jakarta. Pada diagram
ini, peraturan yang bermasalah dibedakan berdasarkan warna. Warna merah menunjukan peraturan yang
berbenturan dan warna abu untuk peraturan yang perlu diperjelas.
Contoh aturan yang berbenturan:
Pada permasalahan nomer 1, dimana Peraturan Daerah DKI Jakarta No 1 tahun 2014 berbenturan dengan Peraturan
Gubernur DKI Jakarta No 209 tahun 2016 mengenai definisi izin pemanfaatan ruang.
Contoh aturan yang perlu diperjelas:
Pada Peraturan Daerah DKI Jakarta no 1 tahun 2015 yang mengatur mengenai perubahan Perda DKI No 3 tahun 2012
mengenai Retribusi Daerah. Perda No 1 Tahun 2015 menghapus aturan mengenai formulasi sanksi yang harus
diberikan kepada pemilik gedung yang melakukan konstruksi bangunan sebelum mendapatkan Izin Mendirikan
Bangunan, yang awalnya diatur di Perda 3 tahun 2012.
Peraturan dalam tahap perizinan bangunan
Cara kedua untuk melihat permasalahan perizinan dari tiap tahapan perizinan. Tahapan proses perizinan bangunan dibagi menjadi 3, yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Note Tekan kotak yang berwarna untuk melihat detail aturan yang bermasalah.
Beberapa Masalah dan Kendala yang Akan Dihadapi di Tahap Perencanaan
SP3L dihapus namun ada izin lokasi yang sifatnya sama dengan SP3L
SIPPT hanya berlaku 3 tahun
Benturan peraturan antara PP No 15 tahun 2010, Perda 1 Tahun 2012 dan Pergub 209 Tahun 2016 mengenai definisi izin pemanfaatan ruang | Benturan peraturan antara Perda DKI Jakarta No 1 Tahun 2014 dan Buku Pedoman Teknis Tata Bangunan Dalam Pemanfaatan Ruang Tata Kota BPTSP mengenai ketinggian gedung minimal yang diwajibkan menyediakan refugee floor | Pergub DKI No 200 Tahun 2015
| Permen PU No 26 Tahun 2008 |
Konsensus mewajibkan adanya dewatering namun tidak semua bangunan memiliki besmen di bawah muka air
Belum ada regulasi mengenai surat izin dewatering sebagai syarat IP pondasi
Rekomendasi peil banjir tetap diminta meskipun besmen tidak berada di bawah peil banjir
Adanya kewajiban menyediakan fasilitas utilitas pipa gas, namun penyediaan gas belum merata di seluruh wilayah Jakarta
Beberapa Masalah dan Kendala yang Akan Dihadapi di Tahap Pelaksanaan
Harus ada perpanjangan SIPPT meskipun struktur dan peruntukan bangunan tidak berubah
Permen PUPR No 25 Tahun 2007
Pengecekan
instalasi bangunan membutuhkan banyak rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja
Permen PUPR No 25 Tahun 2007
Pengecekan
instalasi bangunan membutuhkan banyak rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja
Permen PUPR No 25 Tahun 2007
Pengecekan
instalasi bangunan membutuhkan banyak rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja
Permen PUPR No 25 Tahun 2007
Pengecekan
instalasi bangunan membutuhkan banyak rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja
Permen PUPR No 25 Tahun 2007
Pengecekan
instalasi bangunan membutuhkan banyak rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja
Permen PUPR No 25 Tahun 2007
Pengecekan
instalasi bangunan membutuhkan banyak rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja
1.Terkadang rekomendasi pengecekan pertama dari pihak terkait tidak dapat digunakan untuk mendapatkan SLF
2. Pada beberapa kasus, permohonan rekomendasi tidak diberikan walaupun desain bangunan sudah disetujui pada saat sidang TABG. Ini terjadi karena desain bangunan tidak sesuai dengan prinsip keselamatan kebakaran, dan juga Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran yang mengacu pada aturan lain.
Pergub DKI No 210 Tahun 2016 | Akan ada revisi Pergub DKI No 129 Tahun 2012 mengenai masa berlaku SLF Pendahuluan |
Beberapa Masalah dan Kendala yang Akan Dihadapi di Tahap Pengawasan
Tidak ada masalah dalam tahap ini
Tahapan perizinan bangunan
Permasalahan perizinan bangunan dapat dilihat melalui detail tahapan untuk mendapatkan perizinan. Tahap perencanaan akan menghasilkan sertifikat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tahap pelaksanaan menghasilkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF 1) dan Izin Penggunaan Bangunan (IPB), dan tahap pengawasan menghasilkan perpanjangan SLF.
Peraturan | Tentang |
---|---|
PP No 15 Tahun 2010 | Penyelenggaraan Penataan Ruang |
Perda DKI No 1 Tahun 2012 | Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 |
Pergub DKI No 209 Tahun 2016 | Perizinan dan Rekomendasi Pemanfaatan Ruang |
PP No 15 Tahun 2010 pasal 163 | Perda No 1 Tahun 2012 pasal 202 | Pergub 209 Tahun 2016 pasal 6 |
---|---|---|
Izin pemanfaatan ruang berupa: |
Untuk mendapatkan izin pemanfaatan ruang, harus memenuhi 4 syarat, yaitu: 1. Izin prinsip 2. Izin teknis 3. Izin lokasi 4. Pendukung perizinan |
Untuk pemanfaatan ruang, izin dapat berupa: 1. Izin lokasi 2. Izin prinsip pemanfaatan ruang 3. Izin kegiatan pemanfaatan ruang 4. Izin pemanfaatan ruang |
Peraturan | Tentang |
---|---|
Perda DKI No 1 Tahun 2014 | Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi dan Buku BPTSP |
Buku BPTSP | Pedoman Teknis Tata Bangunan Dalam Pemanfaatan Ruang Kota |
Refuge floor | Perda DKI No 1 Tahun 2014 | Buku BPTSP |
---|---|---|
1. Tinggi minimal bangunan gedung yang wajib menyediakan refuge floor | Di atas 24 lantai ( gedung dengan 24 lantai tidak wajib menyediakan refuge floor) | 24 lantai |
2. Jarak antar refuge floor | - | 20 lantai |
Peraturan | Tentang |
---|---|
Pergub DKI No 200 Tahun 2015 | Persyaratan Teknis Akses Pemadam Kebakaran |
PermenPU No 26 Tahun 2008 | Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan |
Perihal | Pergub DKI No 200 Tahun 2015 | PermenPU No 26 Tahun 2008 |
---|---|---|
Tinggi minimal bangunan gedung untuk menyediakan lift kebakaran | Bangunan gedung di atas 20 m di atas permukaan tanah atau besmen dengan kedalaman minimum 10 m harus menyediakan saf kebakaran yang dilengkapi dengan lif kebakaran (Pasal 36) | Di atas 25 m atau di atas 5 lantai (namun pada poin penyediaan saf kebakaran dengan tinggi lantai 20 m perlu menyediakan lift kebakaran) |
Dimensi lift kebakaran: Kedalaman ≥ 2.280mm Lebar ≥ 1.600mm Tinggi pintu ≥ 2.100mm Lebar pintu ≥ 1.300mm | - Untuk semua jenis bangunan | - Untuk bangunan kelas 9a atau rumah sakit |
Lebar jalur akses masuk mobil pemadam kebakaran | - Minimal 4 m berupa perkerasan - Untuk bangunan gedung hunian dengan ketinggian lebih dari 10, harus menyediakan jalur akses masuk dengan lebar minimal 6 m | - Untuk bangunan gedung hunian dengan ketinggian kurang dari 10 m tidak diharuskan
menyediakan jalur akses masuk berupa perkerasan kecuali jalur akses dengan lebar tidak kurang dari 4
m - Untuk bangunan dengan ketinggian lebih dari 10 m, lebar akses minimum 4 m |
Penyediaan saf kebakaran | - Jumlah saf kebakaran harus tersedia paling sedikit 2 buah pada gedung yang
memiliki luas lantai 900m² atau lebih - Penambahan jumlah saf berdasarkan luas jangkauan slang yang tidak lebih dari 38m | - Jumlah saf kebakaran dengan luas gedung < 900m² minimal 1 buah,
900-2000m² 2 buah - Untuk luas > 2000m², penambahan jumlah saf didasarkan pada penambahan luasan tiap 1500m² |
Peraturan | Tentang |
---|---|
Pergub DKI No 200 Tahun 2015 | Persyaratan Teknis Akses Pemadam Kebakaran |
SK Kepala Dinas DKI No 23 Tahun 2015 | Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan |
Pergub DKI No 200 Tahun 2015 | SK Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI No 23 Tahun 2015 |
---|---|
Area operasional pemadam kebakaran minimal 6x15 m berupa perkerasan |
- Area operasional pemadam kebakaran minimal 10x18 m untuk bangunan
yang lebih dari 20 lantai - Area operasional pemadam kebakaran minimal 6x15 m untuk bangunan yang lebih dari 8 lantai |
Kekosongan aturan mengenai sanksi administratif pada Perda DKI No 1 Tahun 2015 mengenai Perubahan Perda DKI No 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah
Perda DKI No 3 Tahun 2012 | Pergub DKI No 200 Tahun 2015 |
---|---|
Denda ditetapkan berdasarkan perkalian bobot pekerjaan (Bbt) dengan proporsi
pelaksanaan (V), indeks terintegrasi (It), retribusi pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung (RPP)
dengan rumus: Denda = Bbt x V x It x RPP | Formulasi perhitungan denda dihapus |