Jakarta Property Institute dan Institut Teknologi Bandung telah bekerjasama melakukan riset tentang “Konversi bangunan kantor menjadi hunian: komparasi mekanisme beberapa negara.” Hasil dari riset ini dipresentasikan melalui webinar pada Kamis, 10 Maret 2022. Wiwik Dwi Pratiwi (ketua peneliti dari ITB) selaku pembicara memaparkan hasil riset dan ditanggapi oleh Afan Adriansyah Idris (Asisten Pembangunan & Lingkungan Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta) dan Candra Giri Artanto (Direktur Pengembangan dan Pendayagunaan Lembaga Manajemen Aset Negara).
Hasil riset ini menemukan tiga rekomendasi dalam konversi bangunan kantor menjadi hunian untuk perencanaan di Jakarta bahkan Indonesia. Tiga rekomendasi tersebut yaitu:
1. Rekomendasi kebijakan
Keberhasilan konversi kantor menjadi hunian didukung oleh regulasi tertulis dari pemerintah pusat (nasional) yang kemudian dituangkan dalam persyaratan teknis dalam skala regional (kota). Meskipun Indonesia pernah mengonversi kantor menjadi hunian. Akan tetapi, dalam regulasi perubahan fungsi bangunan diperbolehkan selama mengikuti peraturan yang berlaku. Dalam Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung disebutkan bahwa dalam hal perubahan fungsi/klasifikasi bangunan gedung, pemilik wajib mengajukan PBG perubahan (sebelumnya IMB).
2. Rekomendasi lokasi
Untuk lokasi terbagi menjadi dua yaitu di lokasi yang strategis (pusat kota) serta di lokasi yang tidak strategis. Di lokasi yang strategis, potensi konversi bangunan cukup tinggi, karena umumnya di lokasi tersebut telah tersedia fasilitas dan akses yang dibutuhkan oleh penghuni. Akan tetapi, kenyamanan terkait batas kebisingan perlu dipertimbangkan, mengingat lokasi yang dekat dengan jalan raya cenderung memiliki tingkat kebisingan yang kurang sesuai untuk fungsi hunian. Untuk konversi bangunan di lokasi yang tidak strategis, umumnya nilai jualnya lebih rendah sehingga biasanya pemilik gedung akan terus berupaya untuk meningkatkan nilai properti, salah satunya dengan mengonversi bangunan. Namun, pengonversian bangunan di lokasi tersebut perlu adanya penambahan fasilitas umum yang dibutuhkan penghuni, seperti toko swalayan, klinik, serta sarana transportasi. Adapun selain ketentuan di atas, hal lain yang perlu diperhatikan adalah terkait penghawaan dan pencahayaan alami, serta akses pemandangan di luar gedung kantor yang akan dikonversi.
3. Rekomendasi finansial
Pajak dan insentif untuk konversi bangunan sangat bergantung pada para pemangku kepentingan yang terlibat dalam mengeluarkan kebijakan terkait konversi bangunan. Kemudian, pada tahap perencanaan, pemerintah dapat memberikan dukungan dalam hal pemotongan biaya perencanaan atau kemudahan ijin dalam melakukan konversi bangunan. Lalu, pada tahap proses konversi, sebaiknya terdapat bantuan teknis berupa konsultasi teknis sehingga dapat menghemat biaya jasa konsultan. Adapun pada tahap setelah konversi, pemerintah dapat merilis data bangunan yang telah dikonversi dalam rangka promosi bangunan tersebut, sehingga dapat menghemat biaya promosi dan pemasaran. Kemudian, sebaiknya terdapat skema pembiayaan dari pra-konversi sampai paska-konversi yang bekerjasama dengan perbankan atau investor lainnya
Full report hasil penelitian: buku komparasi konversi bangunan kantor menjadi hunian