Memahami Perbedaan Kota Padat (Dense) dan Sumpek (Overcrowded): Jakarta Termasuk yang Mana?

02 October 2023

Kehidupan selama dan pasca pandemi membuat masyarakat kota besar, seperti Jakarta, berpikir ulang tentang kehidupan di daerah perkotaan yang serba ramai, padat, dan sumpek. Saat pandemi, kondisi  Jakarta yang sering disebut padat atau dense kerap dikaitkan dengan kecepatan penularan Covid-19. 

Namun, apakah benar Jakarta padat atau dense sehingga penyakit lebih cepat menular? Atau masalahnya adalah kondisi overcrowded dan tata ruang Jakarta yang kurang baik?

Kenyataannya, Jakarta bukan kota yang padat atau dense, melainkan sumpek atau overcrowded. Lalu, apa perbedaan kota padat dan sumpek? Dan bagaimana agar tata ruang Jakarta bisa lebih baik sehingga tidak lagi sumpek? Berikut penjelasannya. 

Memahami istilah kota padat atau dense

Kepadatan atau densitas ruang kota adalah luas lantai yang terbangun di atas satu lahan. Kota yang padat secara fisik, jika ditata dengan baik, maka akan semakin efisien. Pasalnya, semua kegiatan bisa dilakukan di tempat yang berdekatan. Selain itu, kegiatan ekonomi di kota padat juga lebih hidup. 

Dengan peningkatan pembangunan hunian vertikal, kota juga bisa menyediakan lahan yang cukup untuk taman atau ruang publik. Sebagai contoh, kita dapat menengok beberapa kota padat di Asia, seperti Tokyo, Hong Kong, Taipei dan Singapura. 

Saat pandemi, penyebaran Covid-19 di kota-kota padat tersebut terbilang rendah dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Selain faktor fasilitas kesehatan yang memadai, rendahnya penularan Covid-19 di kota-kota di atas juga berhubungan erat dengan densitas penduduk yang tertata dengan baik. Kota-kota tersebut dikenal sebagai compact city yang mengutamakan penggunaan lahan secara efektif, dengan fokus pada penyediaan hunian vertikal

Memahami istilah kota sumpek atau overcrowded 

Menurut Jane Jacobs, seorang urbanis Amerika Serikat, Jakarta bukan kota yang padat atau dense, melainkan kota yang sumpek atau overcrowded. Jika menilik ke belakang, berbeda dengan kondisi di kota-kota padat di Asia di atas, saat pandemi, Jakarta yang overcrowded termasuk kota dengan tingkat penularan Covid-19 yang tinggi. 

Pasalnya, meskipun populasi Jakarta sangat tinggi, hingga saat ini tata ruang Jakarta masih kurang padat secara fisik sehingga tidak cukup ruang untuk penduduknya. 

Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, jumlah penduduk Jakarta pada tahun 2022 adalah 10.679.951 jiwa. Dengan tingkat populasi dan tata ruang Jakarta saat ini, overcrowding merupakan masalah yang tidak dapat dihindari. 

Overcrowding biasanya terjadi di wilayah dengan concentrated poverty yang tinggi. Jika menelusuri perkampungan padat penduduk Jakarta, kita bisa melihat bagaimana satu keluarga tinggal di satu ruangan kecil dan berbagi fasilitas dengan tetangga lain. 

Area seperti ini biasanya menjadi tempat tinggal pilihan para pendatang, pedagang kaki lima, pekerja konstruksi, dan pekerja berpenghasilan rendah, seperti office boy/girl, penjaga toko, dan pekerja sektor nonformal lainnya. 

Kota yang overcrowded dengan concentrated poverty yang tinggi biasanya juga tidak memiliki ruang publik, ruang terbuka hijau, dan sanitasi yang memadai. 

Lalu, bagaimana caranya agar suatu kota, seperti Jakarta, tidak lagi overcrowded sehingga penduduknya bisa tinggal di ruang yang layak? Jawabannya adalah dengan meningkatkan kepadatan atau densitasnya.

Meningkatkan kepadatan kota dengan pengembangan hunian vertikal 

Untuk meningkatkan kepadatan atau density, sebuah kota perlu meningkatkan pengembangan hunian vertikal yang secara otomatis menambah luas lantai yang tersedia di kota. 

Misalnya, suatu gedung memiliki luas lantai 1000 meter persegi dan dihuni oleh 100 orang, yang berarti satu orang menempati ruang seluas 10 meter persegi. Nah, di luas lahan yang sama, kita dapat membangun 5 lantai, sehingga luas lantai menjadi 5000 meter persegi. 

Dengan 5 lantai dan luas lantai 5000 meter persegi, setiap lantai dapat dihuni oleh 20 orang. Hasilnya, setiap orang menempati ruang seluas 50 meter persegi. Dengan menambah luas lantai hingga 5 kali lipat, gedung tersebut pun tidak lagi overcrowded

Dengan meningkatkan pembangunan hunian vertikal, kepadatan gedung dan tata ruang Jakarta dapat menjadi lebih baik. Warga pun bisa tinggal di hunian yang layak dengan harga terjangkau. 

Kesimpulannya, pemanfaatan lahan yang efisien dapat menjadikan Jakarta padat, dan bukan lagi sumpek. Selain itu, dengan meningkatkan luas lantai bangunan, lahan untuk kebutuhan lain seperti ruang publik dan ruang terbuka hijau juga lebih mudah untuk dialokasikan. 

Semoga ke depannya, perencanaan tata ruang Jakarta dapat fokus pada membangun ke atas sehingga semakin mendekati konsep ideal compact city yang sudah sukses diterapkan di berbagai negara. Here’s to a better, denser, less crowded Jakarta! 

Untuk menyimak informasi tentang Jakarta yang overcrowded dengan ilustrasi, silakan tonton video Jakarta Tidak Padat/Dense tapi Sumpek/Overcrowded.


Publications

Blog/opinion

News releases

Close Button

Stay Informed!

Sign up here to get our latest content, updates and special events delivered to your inbox.