Hampir 80 persen warga Singapura tinggal di rumah susun milik Housing & Development Board (HDB). Berbagai kebijakan diterapkan untuk mewujudkannya. Sebab, Pemerintah Singapura berpendapat bahwa kepemilikan rumah meningkatkan keterikatan, pemeliharaan, etos kerja, dan rasa kepemilikan terhadap lingkungan.
Simak beberapa kebijakan perumahan yang diterapkan Pemerintah Singapura:
1.Penggunaan Central Provident Fund (CPF) untuk pembelian flat
Keterjangkauan harga hunian di Singapura dilakukan dengan mengizinkan penggunaan Central Provident Fund (CPF) untuk pembelian flat. CPF mirip dengan iuran BPJS Ketenagakerjaan di Indonesia.
CPF adalah dana kesejahteraan dengan iuran dari penghasilan warga negara. Iuran yang harus dibayarkan penduduk Singapura adalah 37 persen dari gaji bulanan dengan komposisi tanggungan pekerja 20 persen dan pemberi kerja 17 persen.
Dari total simpanan di CPF, 23 persennya bisa digunakan untuk keperluan membeli rumah. Ini meringankan cicilan bulanan yang harus dibayar masyarakat.
2.Dukungan dan komitmen penuh pemerintah untuk HDB
Bentuknya berupa bantuan subsidi untuk penduduk untuk pinjaman, skema kredit kepemilikan rumah yang sesuai kemampuan warga, dan biaya operasional unit flat. Dengan begitu, HDB bisa fokus membangun dan mengelola apartemen milik lembaga tersebut.
3.Kebijakan keuangan yang mendukung kepemilikan hunian
Kebijakan keuangan bersifat krusial untuk menciptakan keterjangkauan harga rumah. Di Singapura, pelaksanaannya berupa:
Kebijakan keuangan itu disertai dengan penilaian risiko keuangan yang ketat bagi calon pembeli untuk mencegah tunggakan, wanprestasi atau kegagalan membayar. Calon pembeli unit flat hanya diizinkan untuk membeli jenis flat yang mereka sanggup bayar.
4.Penyediakan opsi hunian yang beragam
Penduduk Singapura bisa memilih jenis luasan rumah susun/flat/apartemen yang mereka sanggupi dan butuhkan.
5.Penetapan syarat pembeli unit flat
HDB menetapkan syarat flat/apartemen bersubsidi hanya ditujukan bagi keluarga dengan batasan pendapatan maksimal. Mereka yang tidak berkeluarga juga bisa menerima fasilitas ini dengan batas usia minimal 35 tahun. Setelah menempati flat, mereka dilarang menyewakan/menjualnya pada lima tahun pertama kepemilikan untuk mencegah timbulnya pasar yang spekulatif.
Menyediakan hunian yang terjangkau di tengah kota bukan hal yang mustahil. Komitmen dan intervensi dari pemerintah merupakan salah satu kunci utamanya. Mari wujudkan Jakarta yang lebih terjangkau.