Pemerintah Singapura telah lama menjadi contoh sukses dalam hal penyediaan skema hunian terjangkau bagi warganya. Melalui Housing & Development Board (HDB), Singapura berhasil menyediakan hunian terjangkau dan berkualitas. HDB Singapura bahkan menerima berbagai penghargaan karena konsisten menyediakan hunian paling hijau, bersih, berkelanjutan, dan berkesadaran sosial di Asia dan dunia.
Saat ini, lebih dari 80% penduduk Singapura tinggal di flat HDB Singapura. Tak heran, model penyediaan hunian Singapura ini kerap dijadikan rujukan dalam mengatasi krisis perumahan di kota-kota besar, seperti halnya dialami Jakarta.
Dengan semakin tidak terjangkaunya harga tanah dan meningkatnya pertumbuhan populasi, Jakarta sudah lama membutuhkan solusi perumahan yang layak, terjangkau, dan berkelanjutan bagi warganya.
Mungkinkah pendekatan serupa HDB Singapura dapat diterapkan sebagai solusi krisis perumahan di Jakarta, misalnya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)? Mari kita bahas kemungkinannya.
HDB Singapura: Perumahan Publik yang Terjangkau, Terintegrasi dan Berkelanjutan
HDB Singapura dibentuk pada tahun 1960, pasca kemerdekaan Singapura, dengan tujuan mengatasi masalah krisis perumahan Singapura saat itu. Dilansir dari UN-Habitat, dalam waktu 5 tahun dari terbentuknya HDB Singapura, pemerintah Singapura berhasil membangun hampir 55.000 hunian. Angka tersebut lebih dari 2 kali lipat jumlah hunian yang dibangun selama 30 tahun masa pemerintahan kolonial di Singapura. Dan dalam waktu 10 tahun, HDB Singapura telah berhasil mengatasi sebagian besar krisis perumahan di Singapura.
Melalui HDB Singapura, pemerintah menyediakan tanah, merancang kawasan hunian yang layak, dan menetapkan standar kualitas hidup yang tinggi dengan menerapkan pendekatan terpusat dan sistematis.
Dengan pendekatan di atas, kesuksesan HDB Singapura jelas tidak hanya terletak pada pembangunan huniannya saja. Sejak awal dikembangkan, proyek HDB Singapura dirancang dengan mempertimbangkan berbagai faktor, dari integrasi dengan transportasi publik, fasilitas sosial, ruang terbuka hijau, hingga upaya menjaga keberagaman sosial.
Bisa dibilang, HDB Singapura memang bukan sekadar proyek fisik skema hunian terjangkau, melainkan sebuah instrumen kebijakan sosial dan urban yang dirancang agar berkelanjutan untuk jangka panjang.
Kualitas yang ditawarkan oleh HDB Singapura dalam segala aspek di atas terbukti menjadikan flat HDB pilihan utama masyarakat. Dan saat ini, mayoritas besar dari 80% penduduk Singapura yang tinggal di flat HDB juga sudah memiliki hunian mereka secara pribadi.
KPBU di Indonesia: Potensi Besar, Tantangan Tak Sedikit
Sebelum berbicara soal potensi KPBU untuk mencapai tujuan serupa HDB Singapura, mari kita bahas terlebih dahulu apa itu KPBU.
Dilansir dari situs resmi Kementerian Keuangan RI, secara sederhana KPBU adalah skema yang digunakan oleh pemerintah untuk melibatkan sektor swasta dalam penyediaan infrastruktur dan layanan publik. Dalam konteks penyediaan perumahan, KPBU memungkinkan pihak swasta berpartisipasi dalam membangun hunian untuk masyarakat dengan dukungan regulasi dan fiskal dari pemerintah.
Sejauh ini, beberapa proyek perumahan berbasis KPBU telah berhasil dirintis di Jakarta. Di antaranya, pengembangan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan kawasan Transit Oriented Development (TOD). Meskipun belum berlangsung secara masif, contoh proyek berbasis KPBU yang telah dikembangkan dapat memberi gambaran potensi KPBU untuk meningkatkan penyediaan hunian terjangkau di Jakarta dan juga kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Perbandingan HDB dan KPBU: Dua Model, Satu Tujuan
Aspek | HDB (Singapura) | KPBU (Indonesia) |
Kepemilikan Tanah | Mayoritas dikuasai negara | Campuran (negara dan swasta) |
Skema Pembiayaan | Pemerintah dominan | Swasta dominan (dengan dukungan pemerintah) |
Integrasi Kawasan | Terintegrasi penuh (transportasi, sekolah, ruang publik) | Belum merata, masih sektoral |
Skala Proyek | Nasional dan terpusat | Per proyek, tergantung minat swasta |
Tujuan Sosial | Tinggi (sistematis, inklusif, berkelanjutan) | Tergantung desain proyek |
HDB dan KPBU pada dasarnya memang memiliki prinsip yang berbeda. Perbedaannya yang paling terletak pada kendali, di mana HDB Singapura sepenuhnya dikendalikan negara, dan KPBU memungkinkan partisipasi dan inovasi sektor swasta.
Namun, keduanya terbentuk dari kebutuhan yang sama, yaitu menyediakan hunian layak dan terjangkau bagi masyarakat.
Lalu, bisakah KPBU Melahirkan Model HDB Versi Jakarta?
Meskipun memiliki potensi besar untuk menyediakan perumahan di Jakarta, hasil yang dapat dicapai melalui pemanfaatan optimal KPBU mungkin tidak dapat disebut model HDB versi Jakarta, karena tidak sepenuhnya sama.
Namun, dengan desain kelembagaan yang kuat, sinergi antar instansi, dan fokus pada pengembangan kawasan dan bukan hanya bangunan fisik hunian saja, KPBU memiliki potensi besar untuk menjadi landasan ekosistem perumahan publik baru di Jakarta.
Keberhasilan KPBU dalam mengatasi krisis perumahan di Jakarta tentu tidak terlepas dari kepastian regulasi, insentif fiskal yang menarik, dan kebijakan pemerintah yang memprioritaskan pembangunan hunian bagi warga Jakarta.
Selain itu, dengan memastikan bahwa setiap proyek KPBU dapat menjawab kebutuhan warga, otomatis KPBU akan memiliki peran dan manfaat luas dan krusial bagi Jakarta, seperti halnya HDB di Singapura.
Belajar dari HDB Singapura, intervensi negara dalam penyediaan perumahan dan skema hunian terjangkau dapat berhasil jika dijalankan bersamaan dengan tata kelola yang baik, perencanaan kawasan yang terintegrasi, dan keberlanjutan fiskal.
Di Indonesia, KPBU membuka peluang besar untuk mengikuti jejak HDB Singapura dengan menggandeng sektor swasta untuk mempercepat pembangunan, sehingga tidak membebani anggaran negara secara langsung.
KPBU mungkin tidak akan menyulap Jakarta menjadi the next Singapore, tapi bersama dengan KPBU, Jakarta dapat perlahan mengatasi masalah perumahan, one flat at a time!