Konsolidasi Tanah Solusi Housing-for-All di Jakarta

Oktober 21, 2020

Penyediaan hunian terjangkau untuk masyarakat perkotaan masih menjadi perhatian internasional. Peringatan World Habitat Day bertema Housing For All: A better Urban Future jatuh pada tanggal 5 Oktober 2020Di Indonesia, pemerintah merencanakan “penyediaan 100.000 unit hunian layak” untuk perumahan rakyat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Namun ternyata angka backlog perumahan di Jakarta mencapai 1,2 juta unit serta backlog nasional sekitar 7,64 juta unit. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah pusat berencana menyediakan 100.000 unit hunian layak. Tapi hunian layak dan terjangkau di perkotaan sulit disediakan dalam bentuk rumah tapak, atau landed houses. Karena mahalnya harga tanah, hunian tersebut harus dibangun secara vertikal dalam bentuk rumah susun atau apartemen.

Pembangunan hunian secara vertikal membutuhkan lahan yang besar. Tapi kenyatannya lahan-lahan di Jakarta luasnya relatif kecil. Kebanyakan lahan di Jakarta hanya mempunyai luas 200-500 m². Sedangkan rumah susun memerlukan lahan seluas 3.000 m² – 15.000 m². 

Dengan keterbatasan lahan yang ada, maka persil-persil tanah yang kecil harus dikonsolidasi terlebih dahulu agar ukurannya lebih besar. Setelah itu baru dapat dibangun rumah susun. Ini adalah jurus jitu untuk memudahkan penyediaan hunian layak dan terjangkau kepada masyarakat. Konsolidasi tanah untuk sesudahnya dibangun secara vertikal akan memberikan banyak pasokan hunian untuk mengakomodasi permintaan masyarakat Jakarta dan kota-kota besar lainnya. 

Konsolidasi tanah vertikal juga memberikan kesempatan kepada Jakarta menjadi kota mixed-use. Kota mixed-use adalah kota yang mempunyai kegiatan campuran di dalam satu kawasan atau bangunan gedung. Dengan membangun hunian vertikal, maka di satu bangunan gedung akan tercipta hunian, kegiatan perkantoran dan perdagangan. Sayangnya, penggunaan lahan di Jakarta cenderung masih didominasi single use

Saat ini konsolidasi tanah vertikal masih belum populer bagi masyarakat Jakarta. Masyarakat cenderung menolak skema konsolidasi tanah vertikal. Sebab, praktik yang terjadi sekarang belum ideal dan cenderung kontroversial. 

Kalau dilakukan oleh pemerintah daerah, konsolidasi tanah cenderung berupa penggusuran dengan atau tanpa ganti rugi. Sementara kalau dilakukan oleh developer swasta, konsolidasi tanah cenderung dilakukan dengan membeli putus dari masyarakat pemilik sebelumnya. Akibatnya masyarakat mendapat uang tapi kehilangan tempat tinggal di kota. Konsolidasi tanah yang dilakukan developer juga butuh waktu lama karena negosiasi harga dengan warga satu per satu.

Padahal banyak manfaat yang didapat oleh masyarakat jika ingin mengkonsolidasikan tanah mereka dan membangun struktur vertikal di atasnya. Salah satunya adalah masyarakat akan mendapatkan peningkatan nilai properti. Hal ini terjadi karena pengembangan akan menghasilkan luas lantai yang lebih banyak dan kualitas lingkungan yang lebih tinggi. Secara otomatis, pemilik lahan akan mendapatkan keuntungan dari penambahan jumlah lantai.

Agar keinginan konsolidasi tanah muncul dari masyarakat, setidaknya pemerintah daerah perlu melakukan tiga hal. Pertama, pro-aktif melibatkan masyarakat. Perlu tim fasilitator dari pemerintah yang terjun langsung ke masyarakat untuk melakukan sosialisasi dan memberikan informasi tentang manfaat konsolidasi tanah. Komunikasi yang berkesinambungan antara pihak penyelenggara atau pemerintah dengan masyarakat juga mutlak karena prosesnya berlangsung dalam beberapa tahap.

Sosialisasi juga diperlukan mengingat besarnya potensi konflik. Keterlibatan intensif masyarakat akan menghasilkan strategi yang tepat. Tiap proyek konsolidasi tanah vertikal membutuhkan business plan serta skema sosial dan lingkungan yang berbeda. Selain itu sosialisasi juga diperlukan untuk menjelaskan tentang keuntungan real bagi pemilik tanah kalau melakukan konsolidasi dan pembangunan ulang secara vertikal.

Kedua, pemerintah daerah memberikan insentif kepada masyarakat yang ingin mengkonsolidasikan tanahnya. Insentif tersebut berupa fleksibilitas Peraturan Zonasi dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip tata kota yang baik. Contoh fleksibilitas yaitu zona perumahan yang akan dikonsolidasikan bisa diganti menjadi zona campuran. Sehingga masyarakat bisa melakukan aktivitas seperti perdagangan dan jasa sekaligus tinggal di lahan tersebut. 

Bentuk insentif lainnya bisa berupa luasan area gedung. Peningkatan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) membuat bangunan tersebut bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Selain itu, percepatan dan penyederhanaan proses Izin Mendirikan Bangunan (IMB) juga bentuk insentif.

Insentif yang diberikan pemerintah juga akan menjadi modal masyarakat yang diperhitungkan dalam mengembangkan proposal proyek pembangunan (business plan) yang memberikan keuntungan untuk masyarakat.

Ketiga, pemerintah mendukung penuh pembangunan rumah susun vertikal melalui konsolidasi tanah. Masyarakat yang mengkonsolidasikan tanah bisa membangun secara mandiri rumah susun tersebut. Dukungan jaminan dan endorsement dari pemerintah memungkinkan masyarakat mendapat modal konstruksi dari bank. 

Selain itu, masyarakat juga bisa bekerja sama dengan developer untuk pembangunan rumah susun. Kerja sama ini dapat berskema bisnis yang menguntungkan kedua pihak, dan dapat pula berupa implementasi kewajiban pengembang untuk membangun rumah susun di atas tanah yang sudah dikonsolidasikan sendiri oleh masyarakat.

Manfaat konsolidasi tanah tidak hanya dilihat dari besaran kompensasi, melainkan juga dari penambahan nilai aset yang akan didapatkan oleh masyarakat di kemudian hari. Selain itu, kondisi perkotaan akan membaik karena semakin banyaknya unit hunian yang terjangkau di rusun vertikal. Jakarta tak akan lagi ditinggal warganya karena harga lahan yang semakin menjulang tinggi. 

Konsolidasi tanah untuk pemenuhan hunian bukan hal yang mudah, tapi juga bukan hal yang mustahil. Inisiatif serta insentif dari pemerintah berperan signifikan untuk mewujudkan cita-cita World Habitat Day tahun ini: hunian yang layak dan terjangkau untuk semua orang di daerah perkotaan.

|

Publications

Konversi bangunan kantor menjadi hunian: komparasi mekanisme beberapa negara
Reformasi Pasar Reformasi Kota
Lahan BUMD, Alternatif yang Atasi Darurat Hunian
Bermula Dari Perizinan
Esai foto - Penyintas Jakarta
Usulan Perbaikan Perizinan Gedung di Jakarta
Glosarium
Potensi Pemenuhan Kebutuhan Hunian Kelas Menengah melalui Co-residence

Blog/opinion

Jakarta sebagai Kota Global
Solusi Kemacetan di Jakarta: Integrasi BRT, LRT, dan MRT
Cara Naik KRL ke Lebak Bulus dari Berbagai Arah di Jabodetabek
Housing Career di Jakarta: Definisi dan Faktor Penghambatnya
Memahami Pengertian serta Pro dan Kontra Skema KPR 35 Tahun
Nama Baru Halte Transjakarta 2024
Hunian Vertikal: Kelebihan Tinggal di Hunian Vertikal
Taman Kota Jakarta: Akses dan Cara Menuju ke Taman Kota Terpopuler Jakarta
Tempat Weekend di Jakarta: Menengok Kembali Survei JPI 2021
Taman untuk Piknik di Jakarta: Mengintip Wajah Baru TMII dan TIM
Bagaimana Agar Pekerja Jakarta Tinggal di Jakarta?
Memahami Perbedaan Kota Padat (Dense) dan Sumpek (Overcrowded): Jakarta Termasuk yang Mana?
Halte Transjakarta Bundaran HI: Tips Berfoto di Spot Favorit Jakarta
Mixed-Use Building: Memahami Manfaat Konsep Mixed-Use dalam Pembangunan Jakarta
Perubahan Pola Pembangunan Jakarta dari Car-Oriented Menjadi Pedestrian-Oriented City
Transportasi Publik di Jakarta dan Pengembangan Konsep Pedestrian 2023
Cara ke TMII dengan KRL Commuterline dan TransJakarta
Integrasi Transportasi Jakarta dan Keuntungannya bagi Warga
RDTR 2022 dan Aturan Penghuni Rumah Susun
Contoh Sertifikat Laik Fungsi (SLF) serta Pengertian dan Kegunaannya
Rencana Detail Tata Ruang: Mengubah Jakarta dengan Mengubah Intensitas Bangunan
Pengertian dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta Pengadaannya di Jakarta
Mengatasi Kekurangan RTH di Jakarta dengan Konsolidasi Area Hijau Privat
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Faktor Penting untuk Mengatasi Darurat Hunian di Jakarta
Pendekatan Pasar untuk Percepat Pelaksanaan Kewajiban Pembangunan Rumah Susun
Menata Senopati, Paduan Kawasan Cagar Budaya dan Pusat Kuliner Semarak
Penyediaan Hunian di Jakarta Butuh Kebijakan Holistik
Tak Hanya Konstruksi, Kebijakan Finansial Krusial bagi Penyediaan Hunian Milik
Empat Hal yang Harus Dipertimbangkan Jakarta Soal Kebijakan Perumahan
Pembangunan Hunian Mixed-Use, Potensi Baru untuk Kota
5 Kebijakan Penyediaan Hunian di Singapura yang Bisa Menjadi Inspirasi bagi Jakarta
Kepadatan atau Overcrowding, Mana yang Harus Dihindari?
Kota Tidak Akan Mati karena COVID-19, Ini Alasannya
Pemecahan Masalah Kolaboratif untuk Mempercepat Izin Konstruksi
Kenapa Jakarta Kekurangan Taman Publik? | Frequently Asked Questions
Konsolidasi Tanah | Frequently Asked Questions
Menyelamatkan Pekerja di Industri Perhotelan yang Rentan Terkena PHK
Hunian di Jakarta - Frequently Asked Questions (Video)
Ini Enaknya Tinggal di Apartemen
Terobosan Tata Ruang Kunci Bangkitnya Ekonomi, Terpenuhinya Hunian
Mewujudkan Apartemen Bersubsidi Melalui Kolaborasi Pemerintah dan Swasta
Penangguhan PBB: Sumber Kehidupan Pekerja Ritel, Hotel, dan Restoran
Urgensi Perpanjangan Masa HGB
Interview with Noerzaman, Architect of JPO GBK (Video)
Cara Membuat Jalan Kaki di Jakarta Lebih Fun (Video)
Penyebab Hunian di Jakarta Mahal
Sektor Properti dan Dampaknya bagi Perekonomian
Pengertian Transit Oriented Development (TOD) dan Penerapannya di Jakarta
Masalah Parkir di Jakarta | Frequently Asked Questions
Apa Itu Kewajiban Pengembang? | Frequently Asked Questions
Mungkinkah Kita Tinggal di Tengah Jakarta? | Frequently Asked Questions
Mengawal Keberlanjutan MRT Jakarta
Nasib Pencegahan Penyebaran Virus COVID-19 Ada di Tangan Kita
6 Temuan Penting dari Survei Hunian bagi Milenial
Ketergantungan Ojol, Solusi atau Masalah?
Mengembangkan Bangunan Sehat di Jakarta, Selangkah demi Selangkah
Kelas Menengah yang Terlupakan
Terlalu Padat, Alasan untuk Tidak Bertindak!
Rumah Tapak Sudah Tak Ideal Lagi
Rusun di Atas Pasar, Potensi Baru untuk Kota
Jakarta yang Lebih Kompetitif (Video)
Suka Duka Tinggal Dekat dengan Tempat Kerja di Jakarta
Lahan BUMD, Alternatif yang Atasi Darurat Hunian
Dekat, Nyaman, Murah di Jakarta.... Jangan Harap!
Perangi Macet Lewat Hunian Padat (Video)
Yuk Kita Bangun Jakarta ke Atas (Video)
5 Manfaat Bertransformasi jadi Compact City
Demi Hunian Terjangkau & Ruang Hijau, Jakarta Harus Membangun ke Atas!
Ingin Sudirman-Thamrin Lebih Lancar? Mari Kita Ubah Kebijakan Parkirnya (Video)
Sudahkah Infrastruktur Transportasi Jakarta Berpihak pada Kaum Wanita?
Bisakah MRT Jakarta Lebih Unggul dari Singapura?
Mensiasati MRT Minim Subsidi
Kegiatan Usaha Dihentikan: Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Bantuan
Menaikkan Peringkat Kemudahan Berbisnis dengan Perbaikan RDTR
Inovasi Pengadaan Ruang Publik sebagai Bentuk Investigasi Desain
Mewujudkan Jakarta sebagai Kota Kolaboratif
9 Hal Penting Mengenai Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Kontribusi Swasta dalam Membangun Pedestrian Jakarta
Kendala Pengembang dalam Mengurus SLF
Sertifikat Laik Fungsi: Untuk Siapa?
Perlunya Revisi Peraturan Keselamatan Bangunan terhadap Bahaya Kebakaran
Swasta Bantu Pemprov DKI Jakarta Atasi Backlog Perumahan
Kegiatan Usaha Dihentikan: Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Bantuan
Konsolidasi Tanah Solusi Housing-for-All di Jakarta
Masalah Hunian pada Kelas Menengah di Jakarta serta Solusinya 
View More

News releases

Cara Mengurangi Kemacetan di Jakarta, Pemerintah Bisa Terapkan Solusinya
Manfaat, Syarat, dan Cara Mengajukan KPR Bersubsidi FLPP
Sektor Properti Bersiap Hadapi The New Normal Setelah Pandemi Covid-19
DKI Siapkan Regulasi Pemanfaatan Ruang untuk Hadapi Tantangan Pandemi Covid-19
Pulihkan Ekonomi, DKI Jakarta Percepat Perizinan Gedung Menjadi 57 Hari dari 360 Hari
RPTRA Borobudur
DKI Jakarta Visited CLC in Singapore
Diskusi JPI: Proses Perancangan dan Benturan Peraturan Jadi Kendala Utama
Centre for Liveable Cities Singapura Berikan Pelatihan untuk BPTSP DKI Jakarta
JPI Dorong Pemerintah Benahi Aturan Izin Mendirikan Bangunan
Carlo Ratti: Inovasi dan Teknologi untuk Menjawab Tantangan Perkotaan
Belum Ada Inovasi Perizinan, DKI Jakarta Turun ke Peringkat Empat Kemudahan Berbisnis di Indonesia
JPI Inisiasi Lari "Ciliwung Punya Kita"
JPI Bantu Fasilitasi Penyusunan Rapergub Prasarana Minimal Jakarta Demi Jakarta yang Berkelanjutan
Jakarta Vertikal, Jakarta Terjangkau
Skema Pembangunan yang Berpihak pada Warga
Mewujudkan Hunian Terjangkau di Tengah Kota
Kombinasi Kantor dan Rumah, Pilihan Tempat Bekerja Setelah Pandemi
Minatkah Milenial Terhadap Hunian Vertikal?
Kerja Sama: Kunci Keselamatan Transportasi Publik di Masa New Normal
Masalah Hunian pada Kelas Menengah di Jakarta Serta Solusinya
Rusunawa: Melihat Lebih Dekat Opsi Rumah Layak Huni Terjangkau di Jakarta
MRT Jakarta Kembangkan Kawasan TOD, Berikut Lokasinya
Masa Berlaku Hak Guna Bangunan (HGB) Serta Cara dan Syarat Perpanjangannya
Izin Mendirikan Bangunan (IMB): Memahami Pengertian, Syarat, dan Manfaat IMB
JPI Gandeng Asosiasi Profesi Susun Policy brief Penataan Kota
Kondisi Terkini Penyediaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta
Potensi Penyediaan Hunian di Jakarta Melalui Co-residence
View More
Copyright © Jakarta Property Institute