Konsolidasi Tanah | Frequently Asked Questions

Februari 11, 2021

Menurut Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1991, konsolidasi tanah adalah kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan. Lalu, kapankah konsolidasi tanah dilakukan? Apakah konsolidasi tanah merupakan solusi penataan ruang kota di Jakarta? Temukan penjelasan lengkapnya di dalam tulisan ini.

Salah satu masalah utama di Jakarta adalah ketersediaan rumah dengan harga terjangkau. Di sisi lain, penggunaan lahan di Jakarta tidak ideal karena banyak kawasan yang ternyata tidak dimanfaatkan secara optimal. Padahal banyak warga yang malah menempati hunian yang tidak layak di permukiman kumuh.

Untuk mengatasi masalah kebutuhan hunian, pemerintah masih menyerahkan pada pasar dan membangun rumah susun bersubsidi yang jumlahnya tak seberapa bila dibandingkan dengan kebutuhan hunian. Sedangkan, untuk mengatasi masalah permukiman kumuh di Jakarta, pemerintah melakukan peremajaan wilayah (slum upgrading) yang tidak membuat jumlah hunian bertambah. Slum upgrading sering menggunakan metode penggusuran yang sering mendapat penolakan dari masyarakat. Padahal ada metode win-win solution untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut yaitu konsolidasi tanah vertikal.

Skema konsolidasi tanah vertikal memungkinkan masyarakat untuk menggabungkan dan menata beberapa lahan bersama untuk dibangun ulang dengan mengoptimalkan lahan yang terkumpul. Optimalisasi melalui pelaksanaan konsolidasi tanah vertikal ini akan menghasilkan lebih banyak jumlah hunian di lahan yang sama. Hal ini juga bisa diterapkan di lokasi permukiman kumuh sehingga masyarakat tidak perlu digusur namun hanya perlu ditata huniannya.

Apa yang dimaksud dengan konsolidasi tanah vertikal?

Secara sederhana, konsolidasi tanah adalah penataan kembali kembali tanah-tanah yang terpisah secara kepemilikan dan penggunaan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Untuk meningkatkan jumlah hunian, penggabungan dan penataan ini harus dilakukan dengan konsolidasi tanah secara vertikal (rumah susun atau apartemen). Pembagian unit sarusun ditentukan berdasarkan luasan rumah lama atau sesuai dengan kesepakatan bersama. Dengan pengaturan baru melalui penerapan konsep konsolidasi tanah vertikal, pasti akan ada kelebihan ruang yang bisa dimanfaatkan untuk ruang komunal, seperti ruang terbuka hijau berupa taman, atau tempat berdagang. 

Mengapa konsolidasi tanah vertikal cocok untuk Jakarta?

Ruang di Jakarta sebenarnya masih longgar vertikal, artinya belum banyak gedung tinggi. Kepadatan horizontal tentu tidak akan mampu menampung banyak penduduk. Maka diperlukan konsolidasi tanah secara vertikal untuk memenuhi kebutuhan rumah yang sangat tinggi.

Bagaimana konsep konsolidasi tanah vertikal dilakukan?

Konsep konsolidasi tanah vertikal adalah dengan menggabungkan beberapa lahan horizontal (terbangun/kosong) untuk dibangun menjadi rumah susun dengan memanfaatkan jumlah maksimal ruang yang bisa dibangun.

Konsep konsolidasi tanah vertikal ini memungkinkan terbangunnya lebih banyak unit rusun di Jakarta. Pembangunan rumah susun ini harus menggunakan konsep multifungsi dan multi penghasilan (mixed-used and mixed income). Gedung rusun di Jakarta ini bisa memiliki nilai tambah dengan berbagai macam kegiatan komersial dan juga bisa menampung para pekerja berpenghasilan rendah lebih dekat ke tempat kerja mereka tanpa harus menempuh perjalanan jauh.

Diharapkan dengan bertambahnya jumlah rusun di Jakarta, jumlah unit rumah susun yang tersedia akan mengakomodir permintaan hunian di Jakarta. Jika permintaan terakomodir (banyak supply), secara otomatis harga hunian di Jakarta akan turun, sehingga mengatasi masalah permukiman kumuh.

Siapa yang menjalankan konsep konsolidasi tanah vertikal?

Konsep konsolidasi tanah vertikal dilakukan dengan kerja sama antara masyarakat sebagai pemilik lahan dengan pemerintah sebagai penyelenggara. Masyarakat perlu tahu konsep, manfaat, skema, proposal perhitungan keuntungan, kompensasi, regulasi dan simulasi pembangunan. Oleh karena itu, penting untuk pemerintah berdiskusi dengan masyarakat secara berkala. Proses konsolidasi tanah yang panjang membutuhkan komunikasi secara intensif antara pemerintah dengan masyarakat agar banyak masyarakat yang ingin berpartisipasi.

Apa saja manfaat konsolidasi tanah vertikal?

Konsep konsolidasi tanah bermanfaat untuk semua pihak/masyarakat. Tiga manfaat utamanya yaitu:

  1. Lebih banyak masyarakat mempunyai hunian yang layak dari sisi lingkungan, kondisi bangunan dan sosial
  2. Harga hunian terjangkau karena lebih banyak unit bisa dibangun
  3. Menambah nilai aset

Dengan memaksimalkan ruang terbangun di lahan, maka akan menambah nilai aset hunian. Apalagi jika luas bangunan masih banyak tersisa, masyarakat bisa menyewakan, menjual atau memanfaatkan untuk kegiatan komersil.

Apa faktor penentu keberhasilan konsolidasi tanah vertikal?

  1. Skema konsolidasi tanah vertikal yang jelas
  2. Contoh konsolidasi tanah vertikal yang berhasil
  3. Penjelasan tentang manfaat konsolidasi tanah serta insentif yang ditawarkan, yang bisa berbentuk keringanan pinjaman untuk pembangunan ataupun kemudahan dalam menambah luasan area bangunan vertikal

Untuk mewujudkan tiga faktor diatas, diperlukan sosialisasi dan komunikasi yang berkesinambungan dari pemerintah kepada masyarakat tentang pelaksanaan konsep konsolidasi tanah tersebut.

Apa penyebab konsolidasi tanah vertikal tidak populer di Jakarta?

Kurangnya sosialisasi tentang pengertian dan manfaat konsolidasi tanah menyebabkan banyak orang mengira bahwa konsolidasi tanah berarti penggusuran. Selain itu, peraturan konsolidasi tanah belum jelas dan rinci. Peraturan konsolidasi tanah saat ini belum menjelaskan tentang skema, proposal perhitungan keuntungan, kompensasi, regulasi dan simulasi pembangunan. Tanpa peraturan konsolidasi tanah yang rinci dan skema yang jelas, pemerintah dan masyarakat akan enggan untuk memulai pelaksanaan konsolidasi tanah vertikal yang sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar sebagai solusi penataan ruang kota menjadi lebih baik.

Adakah tantangan untuk konsolidasi tanah vertikal?

Salah satu tantangan pelaksanaan konsolidasi tanah vertikal adalah kurangnya peran aktif pemerintah untuk berkoordinasi dengan masyarakat bila tertarik berkonsolidasi. Selain itu, belum ada skema insentif pembiayaan untuk masyarakat.

Pemenuhan kebutuhan hunian dan penataan ruang kota adalah kebutuhan mendesak Jakarta. Konsolidasi tanah ini adalah salah satu hal yang dapat membantu Jakarta mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik. Together, we build a better city.

|

Publications

Konversi bangunan kantor menjadi hunian: komparasi mekanisme beberapa negara
Reformasi Pasar Reformasi Kota
Lahan BUMD, Alternatif yang Atasi Darurat Hunian
Bermula Dari Perizinan
Esai foto - Penyintas Jakarta
Usulan Perbaikan Perizinan Gedung di Jakarta
Glosarium
Potensi Pemenuhan Kebutuhan Hunian Kelas Menengah melalui Co-residence

Blog/opinion

Jakarta sebagai Kota Global
Solusi Kemacetan di Jakarta: Integrasi BRT, LRT, dan MRT
Cara Naik KRL ke Lebak Bulus dari Berbagai Arah di Jabodetabek
Housing Career di Jakarta: Definisi dan Faktor Penghambatnya
Memahami Pengertian serta Pro dan Kontra Skema KPR 35 Tahun
Nama Baru Halte Transjakarta 2024
Hunian Vertikal: Kelebihan Tinggal di Hunian Vertikal
Taman Kota Jakarta: Akses dan Cara Menuju ke Taman Kota Terpopuler Jakarta
Tempat Weekend di Jakarta: Menengok Kembali Survei JPI 2021
Taman untuk Piknik di Jakarta: Mengintip Wajah Baru TMII dan TIM
Bagaimana Agar Pekerja Jakarta Tinggal di Jakarta?
Memahami Perbedaan Kota Padat (Dense) dan Sumpek (Overcrowded): Jakarta Termasuk yang Mana?
Halte Transjakarta Bundaran HI: Tips Berfoto di Spot Favorit Jakarta
Mixed-Use Building: Memahami Manfaat Konsep Mixed-Use dalam Pembangunan Jakarta
Perubahan Pola Pembangunan Jakarta dari Car-Oriented Menjadi Pedestrian-Oriented City
Transportasi Publik di Jakarta dan Pengembangan Konsep Pedestrian 2023
Cara ke TMII dengan KRL Commuterline dan TransJakarta
Integrasi Transportasi Jakarta dan Keuntungannya bagi Warga
RDTR 2022 dan Aturan Penghuni Rumah Susun
Contoh Sertifikat Laik Fungsi (SLF) serta Pengertian dan Kegunaannya
Rencana Detail Tata Ruang: Mengubah Jakarta dengan Mengubah Intensitas Bangunan
Pengertian dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta Pengadaannya di Jakarta
Mengatasi Kekurangan RTH di Jakarta dengan Konsolidasi Area Hijau Privat
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Faktor Penting untuk Mengatasi Darurat Hunian di Jakarta
Pendekatan Pasar untuk Percepat Pelaksanaan Kewajiban Pembangunan Rumah Susun
Menata Senopati, Paduan Kawasan Cagar Budaya dan Pusat Kuliner Semarak
Penyediaan Hunian di Jakarta Butuh Kebijakan Holistik
Tak Hanya Konstruksi, Kebijakan Finansial Krusial bagi Penyediaan Hunian Milik
Empat Hal yang Harus Dipertimbangkan Jakarta Soal Kebijakan Perumahan
Pembangunan Hunian Mixed-Use, Potensi Baru untuk Kota
5 Kebijakan Penyediaan Hunian di Singapura yang Bisa Menjadi Inspirasi bagi Jakarta
Kepadatan atau Overcrowding, Mana yang Harus Dihindari?
Kota Tidak Akan Mati karena COVID-19, Ini Alasannya
Pemecahan Masalah Kolaboratif untuk Mempercepat Izin Konstruksi
Kenapa Jakarta Kekurangan Taman Publik? | Frequently Asked Questions
Konsolidasi Tanah | Frequently Asked Questions
Menyelamatkan Pekerja di Industri Perhotelan yang Rentan Terkena PHK
Hunian di Jakarta - Frequently Asked Questions (Video)
Ini Enaknya Tinggal di Apartemen
Terobosan Tata Ruang Kunci Bangkitnya Ekonomi, Terpenuhinya Hunian
Mewujudkan Apartemen Bersubsidi Melalui Kolaborasi Pemerintah dan Swasta
Penangguhan PBB: Sumber Kehidupan Pekerja Ritel, Hotel, dan Restoran
Urgensi Perpanjangan Masa HGB
Interview with Noerzaman, Architect of JPO GBK (Video)
Cara Membuat Jalan Kaki di Jakarta Lebih Fun (Video)
Penyebab Hunian di Jakarta Mahal
Sektor Properti dan Dampaknya bagi Perekonomian
Pengertian Transit Oriented Development (TOD) dan Penerapannya di Jakarta
Masalah Parkir di Jakarta | Frequently Asked Questions
Apa Itu Kewajiban Pengembang? | Frequently Asked Questions
Mungkinkah Kita Tinggal di Tengah Jakarta? | Frequently Asked Questions
Mengawal Keberlanjutan MRT Jakarta
Nasib Pencegahan Penyebaran Virus COVID-19 Ada di Tangan Kita
6 Temuan Penting dari Survei Hunian bagi Milenial
Ketergantungan Ojol, Solusi atau Masalah?
Mengembangkan Bangunan Sehat di Jakarta, Selangkah demi Selangkah
Kelas Menengah yang Terlupakan
Terlalu Padat, Alasan untuk Tidak Bertindak!
Rumah Tapak Sudah Tak Ideal Lagi
Rusun di Atas Pasar, Potensi Baru untuk Kota
Jakarta yang Lebih Kompetitif (Video)
Suka Duka Tinggal Dekat dengan Tempat Kerja di Jakarta
Lahan BUMD, Alternatif yang Atasi Darurat Hunian
Dekat, Nyaman, Murah di Jakarta.... Jangan Harap!
Perangi Macet Lewat Hunian Padat (Video)
Yuk Kita Bangun Jakarta ke Atas (Video)
5 Manfaat Bertransformasi jadi Compact City
Demi Hunian Terjangkau & Ruang Hijau, Jakarta Harus Membangun ke Atas!
Ingin Sudirman-Thamrin Lebih Lancar? Mari Kita Ubah Kebijakan Parkirnya (Video)
Sudahkah Infrastruktur Transportasi Jakarta Berpihak pada Kaum Wanita?
Bisakah MRT Jakarta Lebih Unggul dari Singapura?
Mensiasati MRT Minim Subsidi
Kegiatan Usaha Dihentikan: Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Bantuan
Menaikkan Peringkat Kemudahan Berbisnis dengan Perbaikan RDTR
Inovasi Pengadaan Ruang Publik sebagai Bentuk Investigasi Desain
Mewujudkan Jakarta sebagai Kota Kolaboratif
9 Hal Penting Mengenai Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Kontribusi Swasta dalam Membangun Pedestrian Jakarta
Kendala Pengembang dalam Mengurus SLF
Sertifikat Laik Fungsi: Untuk Siapa?
Perlunya Revisi Peraturan Keselamatan Bangunan terhadap Bahaya Kebakaran
Swasta Bantu Pemprov DKI Jakarta Atasi Backlog Perumahan
Kegiatan Usaha Dihentikan: Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Bantuan
Konsolidasi Tanah Solusi Housing-for-All di Jakarta
Masalah Hunian pada Kelas Menengah di Jakarta serta Solusinya 
View More

News releases

Cara Mengurangi Kemacetan di Jakarta, Pemerintah Bisa Terapkan Solusinya
Manfaat, Syarat, dan Cara Mengajukan KPR Bersubsidi FLPP
Sektor Properti Bersiap Hadapi The New Normal Setelah Pandemi Covid-19
DKI Siapkan Regulasi Pemanfaatan Ruang untuk Hadapi Tantangan Pandemi Covid-19
Pulihkan Ekonomi, DKI Jakarta Percepat Perizinan Gedung Menjadi 57 Hari dari 360 Hari
RPTRA Borobudur
DKI Jakarta Visited CLC in Singapore
Diskusi JPI: Proses Perancangan dan Benturan Peraturan Jadi Kendala Utama
Centre for Liveable Cities Singapura Berikan Pelatihan untuk BPTSP DKI Jakarta
JPI Dorong Pemerintah Benahi Aturan Izin Mendirikan Bangunan
Carlo Ratti: Inovasi dan Teknologi untuk Menjawab Tantangan Perkotaan
Belum Ada Inovasi Perizinan, DKI Jakarta Turun ke Peringkat Empat Kemudahan Berbisnis di Indonesia
JPI Inisiasi Lari "Ciliwung Punya Kita"
JPI Bantu Fasilitasi Penyusunan Rapergub Prasarana Minimal Jakarta Demi Jakarta yang Berkelanjutan
Jakarta Vertikal, Jakarta Terjangkau
Skema Pembangunan yang Berpihak pada Warga
Mewujudkan Hunian Terjangkau di Tengah Kota
Kombinasi Kantor dan Rumah, Pilihan Tempat Bekerja Setelah Pandemi
Minatkah Milenial Terhadap Hunian Vertikal?
Kerja Sama: Kunci Keselamatan Transportasi Publik di Masa New Normal
Masalah Hunian pada Kelas Menengah di Jakarta Serta Solusinya
Rusunawa: Melihat Lebih Dekat Opsi Rumah Layak Huni Terjangkau di Jakarta
MRT Jakarta Kembangkan Kawasan TOD, Berikut Lokasinya
Masa Berlaku Hak Guna Bangunan (HGB) Serta Cara dan Syarat Perpanjangannya
Izin Mendirikan Bangunan (IMB): Memahami Pengertian, Syarat, dan Manfaat IMB
JPI Gandeng Asosiasi Profesi Susun Policy brief Penataan Kota
Kondisi Terkini Penyediaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta
Potensi Penyediaan Hunian di Jakarta Melalui Co-residence
View More
Copyright © Jakarta Property Institute