Jakarta memiliki potensi untuk menjadi salah satu concert city di Asia Tenggara. Seperti telah sukses dicapai oleh Singapura, Jakarta pun dapat memanfaatkan industri musik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan citranya sebagai kota global.
Tapi, apakah Jakarta dapat sukses menjadi concert city?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita bahas terlebih dahulu definisi concert city atau kota konser, mengapa Jakarta layak menjadi kota konser, dan faktor penghambat dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota konser.
Concert city atau kota konser adalah kota yang secara rutin menjadi tuan rumah berbagai pertunjukan musik, dari konser artis lokal hingga artis internasional. Concert city juga dikenal dengan istilah music city atau kota musik.
Menurut the International Federation of the Phonographic Industry, kota musik, atau kota konser, dapat didefinisikan sebagai tempat yang memiliki ekonomi musik yang hidup dan mendatangkan manfaat secara ekonomi, budaya, dan sosial, termasuk melalui terciptanya lapangan pekerjaan.
Untuk menjadi concert city, suatu kota harus memiliki infrastruktur yang mendukung, seperti venue berkualitas, konektivitas dan akses transportasi yang baik, lahan parkir yang luas, dan layanan dan sarana pendukung lainnya. Selain itu, concert cityseringkali juga memiliki komunitas musik yang aktif dan budaya yang menghargai seni pertunjukan.
Beberapa concert city terbaik di Asia antara lain: Tokyo, Seoul, Singapura, dan Hong Kong.
Jakarta memiliki beberapa venue yang mampu menampung konser berskala besar, antara lain, Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta International Stadium, dan Jakarta International Expo. Venue-venue seperti ini memungkinkan penyelenggaraan konser dengan kapasitas penonton yang besar dengan fasilitas memadai.
Penyelenggaraan konser musik dapat berkontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah seperti kenaikan okupansi hotel di sekitar lokasi konser, kenaikan pengunjung mall juga restoran di sekitar lokasi konser dan lain sebagainya. Di sisi lain, penambahan pendapatan negara dari sisi pajak juga dihasilkan oleh konser dan kegiatan di dalamnya. Selain itu, terwujudnya Jakarta sebagai kota konser dapat menyediakan peluang lapangan kerja baru bagi warga lokal, seperti tenaga kerja untuk pembangunan panggung, pengaturan peralatan audio-visual, pengelolaan tiket, dan lain sebagainya.
Visi Jakarta sebagai kota konser sejalan dengan upaya meningkatkan daya saing dan citra internasional Jakarta sebagai kota global. Selain itu, sebagai kota konser, cultural value Jakarta akan meningkat, sehingga menarik lebih banyak wisatawan untuk berkunjung. Dengan kata lain, Jakarta sebagai kota konser dapat mendukung perjalanan terwujudnya Jakarta sebagai kota global.
Proses perizinan dan birokrasi yang kompleks dapat menghambat atau memperlambat penyelenggaraan konser. Birokrasi rumit yang melibatkan beberapa lembaga terpisah, seperti di Jakarta, juga membuat biaya penyelenggaraan konser meningkat. Hal ini berdampak terhadap harga tiket konser yang menjadi lebih mahal.
Untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota konser, diperlukan penyederhanaan prosedur dan transparansi dalam perizinan. Dengan demikian, Jakarta dapat lebih sering menjadi tuan rumah konser artis internasional. Dan juga, harga tiket dapat lebih terjangkau bagi penonton dari dalam dan luar negeri, dan lebih bersaing dengan concert city lainnya, terutama di Asia Tenggara.
Kemacetan lalu lintas di Jakarta merupakan salah satu tantangan dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota konser. Peningkatan infrastruktur transportasi publik dan manajemen lalu lintas yang efektif diperlukan untuk memastikan akses yang mudah ke lokasi konser. Selain itu, ketersediaan lahan parkir juga masih perlu ditingkatkan.
Jakarta yang penuh warna dan kaya budaya memiliki potensi yang besar untuk menjadi concert city. Dan jika beberapa tantangan di atas segera teratasi, dalam beberapa tahun, Jakarta mungkin saja menjadi salah satu concert cityterpopuler di Asia Tenggara. Nah, warga Jakarta apakah sudah bersemangat menikmati perks tinggal di kota konser?