JAKARTA – Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta Heru Hermawanto mengatakan Pemerintah DKI Jakarta sedang menyiapkan regulasi yang mengatur fleksibilitas pemanfaatan ruang. Regulasi tersebut bertujuan menjawab tantangan pandemi Covid-19 terhadap pemanfaatan ruang. “Kita harus lebih fleksibel karena ekonomi perlu bergerak,” kata Heru, Selasa, 25 Agustus 2020 dalam webinar bertajuk Fleksibilitas Ruang: Kunci Ketahanan Kota.
Heru menjelaskan, regulasi yang nantinya berupa peraturan gubernur memungkinkan semakin banyaknya campuran fungsi peruntukan ruang. Sebab, pandemi Covid-19 dan perubahan pola aktivitas masyarakat menjadi work from home membuat penentuan fungsi ruang tidak lagi bisa kaku. Terlebih, berfungsi sebagai pemicu penggerak perekonomian yang lesu akibat pandemi Covid-19. “Pemerintah adalah fasilitator penggerak perekenomian. Kalau perekonomian tumbuh, pajak tumbuh,” ujar Heru.
Heru melanjutkan, peraturan gubernur yang baru tersebut akan bersifat sementara. Dalam proses penyusunan aturan tersebut, instansinya juga sedang mengkaji efek pandemi Covid-19 terhadap pemanfaatan ruang. “Kami akan tentukan status aturan itu selanjutnya, apakah tetap sementara atau dipermanenkan,” kata dia.
Direktur Eksekutif Jakarta Property Institute (JPI) Wendy Haryanto mengapresiasi kebijakan baru dari Pemerintah DKI Jakarta tersebut. Sebelum pandemi Covid-19, Wendy mengatakan sudah banyak gedung perkantoran yang kosong. Jumlahnya akan semakin meningkat jika semua perencanaan pembangunan gedung baru terwujud, dan perusahaan semakin banyak yang menerapkan work from home. “Maka penyesuaian perencanaannya harus dimulai sejak sekarang dan disertai dengan dasar hukum yang jelas,” kata dia.
Untuk gedung yang belum terbangun, Wendy mengatakan, penyesuaiannya bisa berupa penambahan fungsi hunian dan koefisien lantai bangunan di area yang akan dibangun. Dengan begitu, perencanaan pembangunan gedung tetap bisa dilanjutkan karena sektor properti memiliki keterkaitan dengan puluhan usaha lain di sektor industri dan jasa-jasa. “Hubungannya tentu ke perekonomian yang akan bergerak jika ada pembangunan,” ujar Wendy.
Penambahan fungsi hunian, menurut Wendy, bukan cuma menyelesaikan kurangnya suplai hunian. Pusat bisnis, area perkantoran, dan fungsi hunian dalam satu kawasan campuran membuat kota lebih dinamis. “Pandemi yang mengubah pola aktivitas masyarakat membuat fleksibilitas pemanfaatan ruang menjadi sangat penting,” kata Wendy.
Senada dengan Wendy, Regional Leader of Planning HOK Hong Kong, Christian Aryo Bravianto, mengatakan kondisi saat ini mendorong adanya pengkajian ulang perencanaan pengembangan lahan atau kawasan. Salah satu caranya, mendorong dan memberikan kesempatan peralihan fungsi pada bangunan dan kawasan, baik untuk bangunan yang sudah ada atau kawasan yang sudah direncanakan. “Fleksibilitas lahan yang adaptif menjadi kunci untuk menjaga kesinambungan pada pengembangan konstruksi dan perencanaan kota,” kata Aryo.
Perkembangan kota pada saat pandemi, Aryo menjelaskan, menghadapi banyak tantangan lantaran adanya keterbatasan ruang gerak masyarakat. Kebutuhan permintaan untuk ruang dan penggunaan lahan pun mengalami perubahan. Sebelum pandemi, permintaan untuk pengembangan area komersial di pusat kota sangat tinggi dan untuk kota satelit lebih fokus pada pengembangan permukiman.
Kemunculan pandemi Covid-19 dan pola aktivitas work from home, menurut Presiden Direktur PT Indo Internet (Indonet) Djarot Subiantoro, juga membuat masyarakat menyadari kebutuhan prasarana jaringan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan utilitas esensial seperti halnya penyediaan sistem air, listrik, dan gas. Untuk menunjang kebutuhan tersebut, prasarana sistem TIK yang paling memungkinkan kecepatan dan kestabilan tinggi saat ini adalah jaringan Fiber Optik (FO), terhadap alternatif lain seperti jaringan telepon selular, frekuensi radio maupun satelit. “Jaringan fiber optik yang diperlukan adalah jaringan berskala dalam kota (metro) dan jaringan ke dalam gedung atau perumahan,” kata Djarot.
Djarot yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Piranti Lunak Telematika Indonesia (ASPILUKI) itu menuturkan, banyak gedung dan perumahan telah mulai menggelar jaringan fiber optik dengan bekerja sama dengan operator penyedia layanan TIK. Namun, dengan model bisnis yang diberlakukan saat ini, beberapa telah menimbulkan penguasaan atau monopolistik secara area. Akibatnya, konsumen tidak memiliki pilihan tingkat layanan yang optimal dari sisi backup, biaya, pilihan, dan kecepatan.
Djarot menjelaskan, salah satu metode penyediaan prasarana TIK yang terbaik adalah melalui kolaborasi atau aliansi berjejaring. Caranya, gedung dan perumahan dari sejak perencanaan sampai dengan pembangunan telah memperlakukan prasarana TIK ini sebagai utilitas esensial serupa dengan jaringan sistem air, listrik, gas. Dari jaringan di dalam gedung, jaringan tersebut selanjutnya dihubungkan ke jaringan metro oleh para operator penyedia layanan TIK di luar gedung atau perumahan. “Hal ini membuka kemungkinan penyediaan layanan multi-operator dan memberikan opsi yang terbaik bagi konsumen,” ujar Djarot.
***