Dekat, Nyaman, Murah di Jakarta.... Jangan Harap!

Oktober 4, 2019

Hingga hari ini, Jakarta dengan segala tantangannya masih menjadi tujuan nomor satu bagi para pekerja di Indonesia. Meski harus hidup berjibaku melawan macet dan polusi, Jakarta tetap menawan bagi angkatan kerja. Perputaran ekonomi dan penyebaran informasi yang serba pesat memang membuat kehidupan di Jakarta terlihat amat menggiurkan.

Salah satu tantangan terbesar bagi angkatan kerja baru bila ingin berkarir dan menetap di Jakarta adalah tempat tinggal. Idealnya, semua pekerja mendapatkan tempat tinggal yang nyaman dan terjangkau, sebagai modal utama untuk berkembang. Namun, mahalnya biaya hidup di Jakarta membuat pilihan hunian semakin terbatas. Padahal, tempat tinggal adalah kebutuhan dasar yang sangat menentukan kualitas hidup seseorang. Mencari tempat yang ideal dalam segala sisi, seperti jarak dekat, lokasi baik dan biaya murah seperti mencari jarum dalam tumpukkan jerami.

Akhirnya, mau tidak mau, para pekerja biasanya berkompromi dengan hunian seperti apa yang bisa mereka dapatkan.

Murah dan Dekat, tapi Tidak Nyaman

“Kebetulan gue bukan orang asli Jakarta alias anak rantau. Gue kerja di daerah Sudirman dan memilih untuk ngekos di belakang kantor. Untungnya, selain di kantor, kerjaan gue lebih banyak menuntut gue untuk beraktivitas di luar, seperti photoshoot dari satu lokasi ke lokasi lain. Jadi, biarpun kecil, kosan gue sekarang cukup untuk sekadar nampung barang dan istirahat.” - Furqon, 27 tahun, fotografer.

Apa yang dipilih oleh Furqon banyak dialami oleh kalangan pekerja baru. Dengan keterbatasan pendapatan dan kebutuhan ruang yang belum mendesak, pilihan yang bisa diambil adalah menyewa kamar kos atau mengontrak di daerah perkampungan kota. Harganya bervariasi namun biasanya masih terjangkau. Di Jakarta, kita masih bisa menemukan kamar dengan harga Rp 400.000 per bulan, biasanya ruang sempit minim pencahyaan dan fasilitas lain yang terletak di gang sempit atau dengan harga Rp 1-2 juta per bulan untuk kamar standar satu orang dengan kamar mandi dalam di lingkungan yang lumayan bagus. Harga ini tergantung dari daerah yang dipilih dan fasilitas yang disediakan. Nominalnya jelas signifikan jika dibandingkan dengan gaji angkatan kerja baru usia 20-24 tahun yang rata-ratanya setara atau malah di bawah upah minimum regional, yang saat ini Rp 3.9 juta.

 Kelebihan dari pilihan ini adalah dekat dengan tempat kerja jadi bisa menghemat ongkos transportasi dan waktu. Kekurangannya tempat seperti ini sempit dan terbatas, bukan pilihan yang baik ketika sudah berumah tangga.

Dekat dan Nyaman, tapi Tidak Murah

Gue tinggal di daerah Tebet dan setiap hari naik motor ke kantor di daerah Blok M. Karena pengeluaran bulanan udah mahal, selain berhemat gue mencoba untuk memaksimalkan segala fasilitas yang ada di apartemen, kayak gym dan kolam renang. Pokoknya, uang yang gue keluarkan untuk tempat tinggal harus sepadan dengan yang didapat.” - Cikal, 27 tahun, karyawan swasta.

Ini adalah prinsip yang lazim dipegang oleh penghuni apartemen seperti Cikal. Terang saja, biaya sewa untuk apartemen kelas menengah dan menengah ke atas tipe studio bisa berkisar antara Rp 4 juta sampai dengan 10 juta per bulan. Belum lagi ada biaya iuran pengelolaan lingkungan (IPL), listrik, dan air yang harus ditambah. Cikal sendiri harus menguras Rp 500.000 untuk IPL dan sekitar Rp 400.000 untuk listrik dan air tiap bulannya. Ini belum termasuk ongkos sewa parkir bulanan.

Cikal adalah satu dari sebagian kecil masyarakat yang punya keleluasaan untuk merogoh kocek lebih dalam untuk memilih hunian di tengah kota dan dekat dengan tempat kerjanya. Hunian semacam ini sebenarnya ideal untuk para pekerja baru karena kebutuhan ruang yang belum luas. Sayangnya, kisaran harganya jelas lebih mahal dan hanya dapat dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Selain ongkos sewa yang sudah mahal, gaya hidup lingkungan di sekitarnya juga mahal. Tempat seperti ini biasanya jauh dari pasar tradisional dan transportasi publik.

Nyaman dan Murah, tapi Tidak Dekat

Lain cerita dengan mereka yang rela tinggal jauh dari pusat kota asalkan tetap bisa bekerja di Jakarta. Dengan biaya yang lebih murah, hunian yang nyaman sudah bisa didapat. Bisa dikatakan, pilihan ini adalah yang paling populer saat ini, terutama di kalangan keluarga baru.

 “Dalam sehari, aku bisa menghabiskan 2,5 jam di jalan untuk pulang-pergi dari rumahku di Cilebut, Bogor, ke tempat kerja di Mangga Besar, Jakarta Barat. Capek sih, apalagi mode transportasinya terbatas. Tapi menurutku pilihan ini masih lebih baik karena aku jadi bisa nabung untuk kebutuhan yang lain.” - Alfi, 22 tahun, karyawan swasta.

 Pekerja Jakarta yang tinggal di daerah suburban seperti Alfi ini jumlahnya makin bertambah. Tak heran bila daerah Bodetabek semakin hari semakin dipadati penduduk. Transportasi yang terbatas juga menambah sulit akses dari daerah-daerah ini ke tengah kota Jakarta. Pilihan ini sebenarnya punya banyak resiko, terutama kesehatan. Lamanya perjalanan dan macetnya jalanan berakibat buruk bagi yang menjalankan dan bagi lingkungan. Namun, tentu saja, bagi beberapa orang, itu harga yang pantas dibayar untuk sepetak rumah tapak dengan kebun kecil di depannya.

Tenang, Selalu Ada Pilihan!

Jika boleh berangan-angan, tentu kita ingin keresahan ini hilang. Kalau memang rumah tapak sudah tidak lagi bisa terwujud, alangkah indahnya bila hunian vertikal seperti apartemen atau rusun tersedia lebih banyak dengan harga terjangkau. Tak hanya itu, fasilitas serta mode transportasi yang ada juga harus mendukung konektivitas antar wilayah. Harapannya, jarak dan perjalanan yang mesti ditempuh setiap harinya tidaklah terlalu membebani. Malah, membantu meningkatkan produktivitas dan kreativitas kita.

Trilema dalam memilih kriteria lokasi hunian di Jakarta mungkin tidak akan pernah usai. Namun, kita harus percaya kebijakan yang sesuai akan mampu mengurangi resiko dari masing-masing pilihan. Solusi dari setiap masalah di kota ini adalah tanggung jawab kita bersama; seluruh pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, pengembang, hingga warganya. Meski jalan untuk menuju kota yang ideal masih jauh dan panjang, dengan turut berperan aktif memberi masukan kepada pemerintah kita akan membantu mewujudkan Jakarta yang lebih ramah dan nyaman, bukan hanya untuk bekerja.  

Silakan kunjungi akun Instagram kami @jakartapropertyinstitute untuk informasi lebih lanjut seputar perkembangan Jakarta yang layak huni dan kirim surel ke info@jpi.or.id untuk ide dan gagasan.

|

Publications

Konversi bangunan kantor menjadi hunian: komparasi mekanisme beberapa negara
Reformasi Pasar Reformasi Kota
Lahan BUMD, Alternatif yang Atasi Darurat Hunian
Bermula Dari Perizinan
Esai foto - Penyintas Jakarta
Usulan Perbaikan Perizinan Gedung di Jakarta
Glosarium
Potensi Pemenuhan Kebutuhan Hunian Kelas Menengah melalui Co-residence

Blog/opinion

Jakarta sebagai Kota Global
Solusi Kemacetan di Jakarta: Integrasi BRT, LRT, dan MRT
Cara Naik KRL ke Lebak Bulus dari Berbagai Arah di Jabodetabek
Housing Career di Jakarta: Definisi dan Faktor Penghambatnya
Memahami Pengertian serta Pro dan Kontra Skema KPR 35 Tahun
Nama Baru Halte Transjakarta 2024
Hunian Vertikal: Kelebihan Tinggal di Hunian Vertikal
Taman Kota Jakarta: Akses dan Cara Menuju ke Taman Kota Terpopuler Jakarta
Tempat Weekend di Jakarta: Menengok Kembali Survei JPI 2021
Taman untuk Piknik di Jakarta: Mengintip Wajah Baru TMII dan TIM
Bagaimana Agar Pekerja Jakarta Tinggal di Jakarta?
Memahami Perbedaan Kota Padat (Dense) dan Sumpek (Overcrowded): Jakarta Termasuk yang Mana?
Halte Transjakarta Bundaran HI: Tips Berfoto di Spot Favorit Jakarta
Mixed-Use Building: Memahami Manfaat Konsep Mixed-Use dalam Pembangunan Jakarta
Perubahan Pola Pembangunan Jakarta dari Car-Oriented Menjadi Pedestrian-Oriented City
Transportasi Publik di Jakarta dan Pengembangan Konsep Pedestrian 2023
Cara ke TMII dengan KRL Commuterline dan TransJakarta
Integrasi Transportasi Jakarta dan Keuntungannya bagi Warga
RDTR 2022 dan Aturan Penghuni Rumah Susun
Contoh Sertifikat Laik Fungsi (SLF) serta Pengertian dan Kegunaannya
Rencana Detail Tata Ruang: Mengubah Jakarta dengan Mengubah Intensitas Bangunan
Pengertian dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta Pengadaannya di Jakarta
Mengatasi Kekurangan RTH di Jakarta dengan Konsolidasi Area Hijau Privat
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Faktor Penting untuk Mengatasi Darurat Hunian di Jakarta
Pendekatan Pasar untuk Percepat Pelaksanaan Kewajiban Pembangunan Rumah Susun
Menata Senopati, Paduan Kawasan Cagar Budaya dan Pusat Kuliner Semarak
Penyediaan Hunian di Jakarta Butuh Kebijakan Holistik
Tak Hanya Konstruksi, Kebijakan Finansial Krusial bagi Penyediaan Hunian Milik
Empat Hal yang Harus Dipertimbangkan Jakarta Soal Kebijakan Perumahan
Pembangunan Hunian Mixed-Use, Potensi Baru untuk Kota
5 Kebijakan Penyediaan Hunian di Singapura yang Bisa Menjadi Inspirasi bagi Jakarta
Kepadatan atau Overcrowding, Mana yang Harus Dihindari?
Kota Tidak Akan Mati karena COVID-19, Ini Alasannya
Pemecahan Masalah Kolaboratif untuk Mempercepat Izin Konstruksi
Kenapa Jakarta Kekurangan Taman Publik? | Frequently Asked Questions
Konsolidasi Tanah | Frequently Asked Questions
Menyelamatkan Pekerja di Industri Perhotelan yang Rentan Terkena PHK
Hunian di Jakarta - Frequently Asked Questions (Video)
Ini Enaknya Tinggal di Apartemen
Terobosan Tata Ruang Kunci Bangkitnya Ekonomi, Terpenuhinya Hunian
Mewujudkan Apartemen Bersubsidi Melalui Kolaborasi Pemerintah dan Swasta
Penangguhan PBB: Sumber Kehidupan Pekerja Ritel, Hotel, dan Restoran
Urgensi Perpanjangan Masa HGB
Interview with Noerzaman, Architect of JPO GBK (Video)
Cara Membuat Jalan Kaki di Jakarta Lebih Fun (Video)
Penyebab Hunian di Jakarta Mahal
Sektor Properti dan Dampaknya bagi Perekonomian
Pengertian Transit Oriented Development (TOD) dan Penerapannya di Jakarta
Masalah Parkir di Jakarta | Frequently Asked Questions
Apa Itu Kewajiban Pengembang? | Frequently Asked Questions
Mungkinkah Kita Tinggal di Tengah Jakarta? | Frequently Asked Questions
Mengawal Keberlanjutan MRT Jakarta
Nasib Pencegahan Penyebaran Virus COVID-19 Ada di Tangan Kita
6 Temuan Penting dari Survei Hunian bagi Milenial
Ketergantungan Ojol, Solusi atau Masalah?
Mengembangkan Bangunan Sehat di Jakarta, Selangkah demi Selangkah
Kelas Menengah yang Terlupakan
Terlalu Padat, Alasan untuk Tidak Bertindak!
Rumah Tapak Sudah Tak Ideal Lagi
Rusun di Atas Pasar, Potensi Baru untuk Kota
Jakarta yang Lebih Kompetitif (Video)
Suka Duka Tinggal Dekat dengan Tempat Kerja di Jakarta
Lahan BUMD, Alternatif yang Atasi Darurat Hunian
Dekat, Nyaman, Murah di Jakarta.... Jangan Harap!
Perangi Macet Lewat Hunian Padat (Video)
Yuk Kita Bangun Jakarta ke Atas (Video)
5 Manfaat Bertransformasi jadi Compact City
Demi Hunian Terjangkau & Ruang Hijau, Jakarta Harus Membangun ke Atas!
Ingin Sudirman-Thamrin Lebih Lancar? Mari Kita Ubah Kebijakan Parkirnya (Video)
Sudahkah Infrastruktur Transportasi Jakarta Berpihak pada Kaum Wanita?
Bisakah MRT Jakarta Lebih Unggul dari Singapura?
Mensiasati MRT Minim Subsidi
Kegiatan Usaha Dihentikan: Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Bantuan
Menaikkan Peringkat Kemudahan Berbisnis dengan Perbaikan RDTR
Inovasi Pengadaan Ruang Publik sebagai Bentuk Investigasi Desain
Mewujudkan Jakarta sebagai Kota Kolaboratif
9 Hal Penting Mengenai Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Kontribusi Swasta dalam Membangun Pedestrian Jakarta
Kendala Pengembang dalam Mengurus SLF
Sertifikat Laik Fungsi: Untuk Siapa?
Perlunya Revisi Peraturan Keselamatan Bangunan terhadap Bahaya Kebakaran
Swasta Bantu Pemprov DKI Jakarta Atasi Backlog Perumahan
Kegiatan Usaha Dihentikan: Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Bantuan
Konsolidasi Tanah Solusi Housing-for-All di Jakarta
Masalah Hunian pada Kelas Menengah di Jakarta serta Solusinya 
Apa itu SHM (rumah milik)
Apa itu SHM: Pengertian, Kelebihan dan Kekurangan Rumah Milik
Beli atau Sewa Rumah: Kelebihan dan Kekurangan Rumah Sewa
Beli atau Sewa Rumah: Kelebihan dan Kekurangan Rumah Sewa
View More

News releases

Minatkah Milenial Terhadap Hunian Vertikal?
DKI Siapkan Regulasi Pemanfaatan Ruang untuk Hadapi Tantangan Pandemi Covid-19
Cara Mengurangi Kemacetan di Jakarta, Pemerintah Bisa Terapkan Solusinya
Manfaat, Syarat, dan Cara Mengajukan KPR Bersubsidi FLPP
Sektor Properti Bersiap Hadapi The New Normal Setelah Pandemi Covid-19
Pulihkan Ekonomi, DKI Jakarta Percepat Perizinan Gedung Menjadi 57 Hari dari 360 Hari
RPTRA Borobudur
DKI Jakarta Visited CLC in Singapore
Diskusi JPI: Proses Perancangan dan Benturan Peraturan Jadi Kendala Utama
Centre for Liveable Cities Singapura Berikan Pelatihan untuk BPTSP DKI Jakarta
JPI Dorong Pemerintah Benahi Aturan Izin Mendirikan Bangunan
Carlo Ratti: Inovasi dan Teknologi untuk Menjawab Tantangan Perkotaan
Belum Ada Inovasi Perizinan, DKI Jakarta Turun ke Peringkat Empat Kemudahan Berbisnis di Indonesia
JPI Inisiasi Lari "Ciliwung Punya Kita"
JPI Bantu Fasilitasi Penyusunan Rapergub Prasarana Minimal Jakarta Demi Jakarta yang Berkelanjutan
Jakarta Vertikal, Jakarta Terjangkau
Skema Pembangunan yang Berpihak pada Warga
Mewujudkan Hunian Terjangkau di Tengah Kota
Kombinasi Kantor dan Rumah, Pilihan Tempat Bekerja Setelah Pandemi
Kerja Sama: Kunci Keselamatan Transportasi Publik di Masa New Normal
Masalah Hunian pada Kelas Menengah di Jakarta Serta Solusinya
Rusunawa: Melihat Lebih Dekat Opsi Rumah Layak Huni Terjangkau di Jakarta
MRT Jakarta Kembangkan Kawasan TOD, Berikut Lokasinya
Masa Berlaku Hak Guna Bangunan (HGB) Serta Cara dan Syarat Perpanjangannya
Izin Mendirikan Bangunan (IMB): Memahami Pengertian, Syarat, dan Manfaat IMB
JPI Gandeng Asosiasi Profesi Susun Policy brief Penataan Kota
Kondisi Terkini Penyediaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta
Potensi Penyediaan Hunian di Jakarta Melalui Co-residence
View More
Copyright © Jakarta Property Institute