Jakarta Property Institute (JPI) bertanya pada 300 milenial tentang hunian di Jakarta untuk memahami kebutuhah hunian generasi yang mendominasi jumlah angkatan kerja saat ini. Seperti apa preferensi hunian mereka? Dan apa yang selama ini menjadi pertimbangan dan uneg-uneg mereka mengenai hunian? Berikut temuan yang kami peroleh melalui survei ini.
1.Apartemen adalah pilihan milenial di Jakarta
54% dari 300 milenial yang disurvei oleh JPI ingin tinggal di apartemen di pusat kota Jakarta. Kepraktisan dan dekat dengan pusat kegiatan menjadi daya tarik bagi mereka. Mereka juga menganggap bahwa apartemen dengan segala kemudahannya bukan saja menjadi tempat tinggal tapi juga pilihan gaya hidup. Banyak yang mengatakan bahwa tinggal di apartemen akan membebaskan mereka dari mengurusi hal-hal, seperti kebocoran, perbaikan pompa, yang biasanya jadi kerepotan memiliki hunian.
2.Yang capek di jalan, lebih ingin tinggal di apartemen
Milenial, yang merupakan angkatan kerja produktif, banyak menghabiskan waktu di jalan. Semakin capek milenial di jalan, semakin ingin mereka tinggal di apartemen pusat kota. 37% milenial dapat menghabiskan waktu 31-60 menit, bahkan sekitar 30% menghabiskan waktu lebih dari 1 jam untuk sampai ke tempat bekerja. Belum lagi transportasi publik yang belum memadai dan harus berdesak-desakan saat jam sibuk membuat mereka semakin ingin tinggal di apartemen pusat kota.
3.Apartemen sama dengan hemat ongkos
Milenial harus mengalokasikan 10% dari penghasilannya yang berkisar antara Rp 5-10 juta per bulan untuk transportasi. Semakin jauh jarak tempuh, semakin besar ongkos transportasi yang dikeluarkan. Sebagai contoh, penggunaan ojek online yang memakai tarif berdasarkan jarak tempuh. Bandingkan jika milenial tinggal di apartemen dekat dengan tempat kerja dan hanya perlu berjalan kaki ke tempat tinggalnya. Maka ongkos transportasi bisa lebih hemat dan tidak perlu menggunakan ojol.
4.Mobilitas tinggi adalah gaya hidup milenial
Milenial adalah generasi pekerja keras. Transportasi umum dan tempat kerja adalah dua hal terpenting untuk ada di dekat tempat tinggalnya. Sarana kesehatan menyusul setelah kedua tempat tersebut.
5.Harga apartemen masih dirasa mahal bagi milenial
Alasan utama milenial yang tidak ingin tinggal di apartemen adalah harga yang tidak terjangkau. Para pekerja keras ini mengatakan bahwa kesanggupan mereka menyicil adalah sekitar Rp 1-3 juta per bulan. Dengan kondisi saat ini, tentu angka ini tidak cukup untuk membeli hunian yang layak di tengah Jakarta. Penyediaan hunian murah diharapkan mampu menjawab permasalahan hunian bagi milenial. Pemerintah harus menjadi pemeran utama dalam upaya ini karena harga tanah sudah sedemikian mahal sehingga pengembang tidak dapat menyediakan hunian yang murah.
6.Status kepemilikan tanah penting bagi milenial
Status kepemilikan juga jadi pertimbangan besar bagi milenial. Seperti yang diketahui bahwa kepemilikan apartemen terbatas 30 tahun dengan opsi perpanjangan 20 tahun sedangkan rumah tapak tidak terbatas. Jadi, banyak dari Millennial memilih rumah tapak karena merasa lebih aman dan dapat diwariskan kepada anak-cucu nya. Mengatasi hal ini mungkin pemerintah dapat melonggarkan aturan soal perpanjangan kepemilikan apartemen sehingga menarik minat milenial untuk tinggal di apartemen.