Terlalu Padat, Alasan untuk Tidak Bertindak!

Mei 23, 2024

Jakarta adalah salah satu kota termahal di dunia, di luar jangkauan kebanyakan orang! Solusinya bukanlah ilmu roket. Pemerintah dapat mengatasi masalah ini dengan menyederhanakan perizinan pembangunan dan menciptakan lebih banyak ruang untuk meningkatkan pasokan.

Sebuah laporan Bank Dunia tentang urbanisasi, yang diluncurkan pada 3 Oktober, menunjukkan bahwa rasio harga rumah terhadap pendapatan di Jakarta lebih tinggi daripada di Kuala Lumpur, Singapura, dan bahkan New York City. Lebih dari separuh (55%) pengeluaran penduduk Jakarta, secara rata-rata, dihabiskan untuk perumahan dan jasa-jasa terkait, menurut Badan Pusat Statistik. Kementerian Keuangan menyatakan bahwa hanya setengah dari rumah tangga di Jakarta yang memiliki tempat tinggal. Kota ini dibebani oleh backlog perumahan sebanyak 1,27 juta unit tanpa ada tanda-tanda perbaikan yang signifikan.

Ironisnya, Jakarta telah menjadi sangat mahal sehingga sekitar 60% pegawai negeri sipil di provinsi ini tidak mampu membeli rumah di kota tempat mereka bekerja. Mereka bahkan tidak dapat memilih gubernur tempat mereka bekerja. Mereka terdesak, seperti halnya banyak orang lain, oleh kekuatan pasar, untuk tinggal di pinggiran kota: Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Hal ini mengakibatkan perluasan kota yang merusak, yang memakan lahan pertanian yang seharusnya produktif dan perjalanan yang menguras energi.

Kerucut di Siang Hari, Donat di Malam Hari

Pada siang hari, Jakarta seperti kerucut. Orang-orang berduyun-duyun ke pusat kota. Kita semua lebih suka berada di dekat fasilitas dan dekat satu sama lain karena menghemat waktu untuk bertemu orang lain dan membuat kita lebih produktif. Kehadiran orang lain membantu kita menjadi kreatif. Sementara itu, pada malam hari dan di akhir pekan, Jabodetabek terasa lengang di pusat kota seperti donat.

Banyak dari kita yang tinggal di pinggiran kota bukan karena kita lebih suka, tapi sayangnya karena kita tidak punya pilihan! Tentu saja, pemerintah harus mendukung masyarakat berpenghasilan rendah (dan mungkin juga menengah ke bawah) melalui subsidi. Namun, ketika kelas menengah ke atas tidak mampu membeli rumah di kota, maka ada sesuatu yang tidak beres dengan pasar perumahan. Di sini, pemerintah adalah penyebabnya.

Kebijakan pemerintah mempengaruhi pasokan unit rumah. Ketika permintaan (untuk tinggal di Jakarta) tinggi, wajar jika harga rumah melambung tinggi. Namun, apakah harga rumah susun harus semahal itu? Harga tidak hanya ditentukan oleh permintaan, tetapi juga oleh penawaran. Dalam hal ini, pemerintah bersalah karena secara artifisial menekan suplai, mendistorsi pasar perumahan dan membuat harga rumah menjadi lebih mahal dari yang seharusnya.

Bagaimana pemerintah dapat memperbaiki situasi ini?

Memangkas Pita Merah yang Mahal

Pertama, membuat proses mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB) menjadi jelas dan efisien. Di Indonesia, pemerintah daerah memberikan izin IMB. Di Jakarta, mendapatkan izin ini untuk bangunan-bangunan besar, sulit dan mahal. Waktu formal dan terutama waktu informal dan birokrasi yang terkait dengan aplikasi dengan mudah menambah 20 persen dari biaya konstruksi. Biaya ini pada akhirnya ditanggung oleh pembeli akhir. Dalam sebuah penelitian tentang proses IMB untuk bangunan dengan lebih dari delapan lantai atau 5.000 meter persegi, JPI mengidentifikasi tujuh institusi pemerintah yang terlibat. Terdapat 39 peraturan perundang-undangan. Setidaknya 12 di antaranya tidak jelas atau saling bertentangan satu sama lain. Merasa frustrasi dengan bagaimana pemerintah daerah menghambat investasi, pemerintah pusat mempertanyakan keefektifan IMB, seperti yang terlihat pada pernyataan-pernyataan media baru-baru ini hingga pertengahan September.

Kosongkan Ruang di Atas

Kedua, mendorong lebih banyak unit perumahan vertikal. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Jakarta mengizinkan pembangunan rumah dengan luas lantai yang lebih kecil dari yang diminta. Jika seseorang ingin membangun lebih banyak ruang daripada yang ditetapkan dalam Rencana Detail Tata Ruang, ia akan dikenakan sanksi. Ini adalah pembatasan langsung terhadap pasokan perumahan, yang diputuskan secara sepihak oleh pemerintah Jakarta! Argumen yang biasa mereka gunakan adalah bahwa Jakarta memiliki daya dukung yang terbatas, dan oleh karena itu tidak boleh “terlalu padat”. Bahwa Jakarta padat hanyalah sebuah persepsi karena menyebar secara horizontal. Total luas lantai yang dibangun di Jakarta kurang lebih hanya dua kali dari luas tanahnya. Di Singapura, luasnya delapan kali lipat. Perencanaan ad hoc di Jakarta menciptakan kantong-kantong kepadatan dan menyisakan banyak lahan yang tidak dapat diakses dan kurang dimanfaatkan.

Namun, daya dukung dapat diperluas melalui infrastruktur dengan tetap menjaga lingkungan. Saat ini, tidak ada yang mengeluh bahwa Manhattan “terlalu padat”. Ini karena Manhattan dikelola dengan baik. “Terlalu padat” adalah alasan untuk tidak bertindak. Lift dan beton bertulang mengakomodasi banyak orang secara vertikal di sebidang tanah yang kecil; transportasi umum massal meningkatkan daya dukung kota tanpa menimbulkan lalu lintas jalan raya; perluasan layanan air ledeng menopang lebih banyak orang di wilayah perkotaan tanpa perlu menyedot air tanah yang menyebabkan kota tenggelam.

Tentu saja, daerah resapan air seharusnya tidak dibangun sejak awal! Dan di sinilah kesalahan terbesar pemerintah. Mereka begitu sulit membangun di kota yang sudah ada, namun begitu mudah menuangkan beton di atas sawah, lahan basah, daerah aliran sungai, hutan dan laut.

Bertindak Sekarang, Tidak Ada Lagi Alasan

Jakarta tidak harus semahal sekarang. Harga rumah atau apartemen ditentukan oleh permintaan dan penawaran tempat tinggal. Ketika permintaan untuk tinggal di Jakarta konstan, peningkatan pasokan unit rumah akan berdampak langsung pada keterjangkauan harga. Ya, tanah di Jakarta memang terbatas dan mahal, tetapi jika lebih banyak luas lantai diperbolehkan, maka harga per meter apartemen dapat ditekan. Jika dilakukan dengan benar, menyediakan lebih banyak unit perumahan di kota seharusnya tidak merusak lingkungan. Faktanya, pemadatan kota dapat membantu lingkungan jika membatasi pembangunan di area yang seharusnya dilindungi.

|

Publications

Konversi bangunan kantor menjadi hunian: komparasi mekanisme beberapa negara
Reformasi Pasar Reformasi Kota
Lahan BUMD, Alternatif yang Atasi Darurat Hunian
Bermula Dari Perizinan
Esai foto - Penyintas Jakarta
Usulan Perbaikan Perizinan Gedung di Jakarta
Glosarium
Potensi Pemenuhan Kebutuhan Hunian Kelas Menengah melalui Co-residence

Blog/opinion

Jakarta sebagai Kota Global
Solusi Kemacetan di Jakarta: Integrasi BRT, LRT, dan MRT
Cara Naik KRL ke Lebak Bulus dari Berbagai Arah di Jabodetabek
Housing Career di Jakarta: Definisi dan Faktor Penghambatnya
Memahami Pengertian serta Pro dan Kontra Skema KPR 35 Tahun
Nama Baru Halte Transjakarta 2024
Hunian Vertikal: Kelebihan Tinggal di Hunian Vertikal
Taman Kota Jakarta: Akses dan Cara Menuju ke Taman Kota Terpopuler Jakarta
Tempat Weekend di Jakarta: Menengok Kembali Survei JPI 2021
Taman untuk Piknik di Jakarta: Mengintip Wajah Baru TMII dan TIM
Bagaimana Agar Pekerja Jakarta Tinggal di Jakarta?
Memahami Perbedaan Kota Padat (Dense) dan Sumpek (Overcrowded): Jakarta Termasuk yang Mana?
Halte Transjakarta Bundaran HI: Tips Berfoto di Spot Favorit Jakarta
Mixed-Use Building: Memahami Manfaat Konsep Mixed-Use dalam Pembangunan Jakarta
Perubahan Pola Pembangunan Jakarta dari Car-Oriented Menjadi Pedestrian-Oriented City
Transportasi Publik di Jakarta dan Pengembangan Konsep Pedestrian 2023
Cara ke TMII dengan KRL Commuterline dan TransJakarta
Integrasi Transportasi Jakarta dan Keuntungannya bagi Warga
RDTR 2022 dan Aturan Penghuni Rumah Susun
Contoh Sertifikat Laik Fungsi (SLF) serta Pengertian dan Kegunaannya
Rencana Detail Tata Ruang: Mengubah Jakarta dengan Mengubah Intensitas Bangunan
Pengertian dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta Pengadaannya di Jakarta
Mengatasi Kekurangan RTH di Jakarta dengan Konsolidasi Area Hijau Privat
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Faktor Penting untuk Mengatasi Darurat Hunian di Jakarta
Pendekatan Pasar untuk Percepat Pelaksanaan Kewajiban Pembangunan Rumah Susun
Menata Senopati, Paduan Kawasan Cagar Budaya dan Pusat Kuliner Semarak
Penyediaan Hunian di Jakarta Butuh Kebijakan Holistik
Tak Hanya Konstruksi, Kebijakan Finansial Krusial bagi Penyediaan Hunian Milik
Empat Hal yang Harus Dipertimbangkan Jakarta Soal Kebijakan Perumahan
Pembangunan Hunian Mixed-Use, Potensi Baru untuk Kota
5 Kebijakan Penyediaan Hunian di Singapura yang Bisa Menjadi Inspirasi bagi Jakarta
Kepadatan atau Overcrowding, Mana yang Harus Dihindari?
Kota Tidak Akan Mati karena COVID-19, Ini Alasannya
Pemecahan Masalah Kolaboratif untuk Mempercepat Izin Konstruksi
Kenapa Jakarta Kekurangan Taman Publik? | Frequently Asked Questions
Konsolidasi Tanah | Frequently Asked Questions
Menyelamatkan Pekerja di Industri Perhotelan yang Rentan Terkena PHK
Hunian di Jakarta - Frequently Asked Questions (Video)
Ini Enaknya Tinggal di Apartemen
Terobosan Tata Ruang Kunci Bangkitnya Ekonomi, Terpenuhinya Hunian
Mewujudkan Apartemen Bersubsidi Melalui Kolaborasi Pemerintah dan Swasta
Penangguhan PBB: Sumber Kehidupan Pekerja Ritel, Hotel, dan Restoran
Urgensi Perpanjangan Masa HGB
Interview with Noerzaman, Architect of JPO GBK (Video)
Cara Membuat Jalan Kaki di Jakarta Lebih Fun (Video)
Penyebab Hunian di Jakarta Mahal
Sektor Properti dan Dampaknya bagi Perekonomian
Pengertian Transit Oriented Development (TOD) dan Penerapannya di Jakarta
Masalah Parkir di Jakarta | Frequently Asked Questions
Apa Itu Kewajiban Pengembang? | Frequently Asked Questions
Mungkinkah Kita Tinggal di Tengah Jakarta? | Frequently Asked Questions
Mengawal Keberlanjutan MRT Jakarta
Nasib Pencegahan Penyebaran Virus COVID-19 Ada di Tangan Kita
6 Temuan Penting dari Survei Hunian bagi Milenial
Ketergantungan Ojol, Solusi atau Masalah?
Mengembangkan Bangunan Sehat di Jakarta, Selangkah demi Selangkah
Kelas Menengah yang Terlupakan
Terlalu Padat, Alasan untuk Tidak Bertindak!
Rumah Tapak Sudah Tak Ideal Lagi
Rusun di Atas Pasar, Potensi Baru untuk Kota
Jakarta yang Lebih Kompetitif (Video)
Suka Duka Tinggal Dekat dengan Tempat Kerja di Jakarta
Lahan BUMD, Alternatif yang Atasi Darurat Hunian
Dekat, Nyaman, Murah di Jakarta.... Jangan Harap!
Perangi Macet Lewat Hunian Padat (Video)
Yuk Kita Bangun Jakarta ke Atas (Video)
5 Manfaat Bertransformasi jadi Compact City
Demi Hunian Terjangkau & Ruang Hijau, Jakarta Harus Membangun ke Atas!
Ingin Sudirman-Thamrin Lebih Lancar? Mari Kita Ubah Kebijakan Parkirnya (Video)
Sudahkah Infrastruktur Transportasi Jakarta Berpihak pada Kaum Wanita?
Bisakah MRT Jakarta Lebih Unggul dari Singapura?
Mensiasati MRT Minim Subsidi
Kegiatan Usaha Dihentikan: Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Bantuan
Menaikkan Peringkat Kemudahan Berbisnis dengan Perbaikan RDTR
Inovasi Pengadaan Ruang Publik sebagai Bentuk Investigasi Desain
Mewujudkan Jakarta sebagai Kota Kolaboratif
9 Hal Penting Mengenai Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Kontribusi Swasta dalam Membangun Pedestrian Jakarta
Kendala Pengembang dalam Mengurus SLF
Sertifikat Laik Fungsi: Untuk Siapa?
Perlunya Revisi Peraturan Keselamatan Bangunan terhadap Bahaya Kebakaran
Swasta Bantu Pemprov DKI Jakarta Atasi Backlog Perumahan
Kegiatan Usaha Dihentikan: Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Bantuan
Konsolidasi Tanah Solusi Housing-for-All di Jakarta
Masalah Hunian pada Kelas Menengah di Jakarta serta Solusinya 
View More

News releases

Cara Mengurangi Kemacetan di Jakarta, Pemerintah Bisa Terapkan Solusinya
Manfaat, Syarat, dan Cara Mengajukan KPR Bersubsidi FLPP
Sektor Properti Bersiap Hadapi The New Normal Setelah Pandemi Covid-19
DKI Siapkan Regulasi Pemanfaatan Ruang untuk Hadapi Tantangan Pandemi Covid-19
Pulihkan Ekonomi, DKI Jakarta Percepat Perizinan Gedung Menjadi 57 Hari dari 360 Hari
RPTRA Borobudur
DKI Jakarta Visited CLC in Singapore
Diskusi JPI: Proses Perancangan dan Benturan Peraturan Jadi Kendala Utama
Centre for Liveable Cities Singapura Berikan Pelatihan untuk BPTSP DKI Jakarta
JPI Dorong Pemerintah Benahi Aturan Izin Mendirikan Bangunan
Carlo Ratti: Inovasi dan Teknologi untuk Menjawab Tantangan Perkotaan
Belum Ada Inovasi Perizinan, DKI Jakarta Turun ke Peringkat Empat Kemudahan Berbisnis di Indonesia
JPI Inisiasi Lari "Ciliwung Punya Kita"
JPI Bantu Fasilitasi Penyusunan Rapergub Prasarana Minimal Jakarta Demi Jakarta yang Berkelanjutan
Jakarta Vertikal, Jakarta Terjangkau
Skema Pembangunan yang Berpihak pada Warga
Mewujudkan Hunian Terjangkau di Tengah Kota
Kombinasi Kantor dan Rumah, Pilihan Tempat Bekerja Setelah Pandemi
Minatkah Milenial Terhadap Hunian Vertikal?
Kerja Sama: Kunci Keselamatan Transportasi Publik di Masa New Normal
Masalah Hunian pada Kelas Menengah di Jakarta Serta Solusinya
Rusunawa: Melihat Lebih Dekat Opsi Rumah Layak Huni Terjangkau di Jakarta
MRT Jakarta Kembangkan Kawasan TOD, Berikut Lokasinya
Masa Berlaku Hak Guna Bangunan (HGB) Serta Cara dan Syarat Perpanjangannya
Izin Mendirikan Bangunan (IMB): Memahami Pengertian, Syarat, dan Manfaat IMB
JPI Gandeng Asosiasi Profesi Susun Policy brief Penataan Kota
Kondisi Terkini Penyediaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta
Potensi Penyediaan Hunian di Jakarta Melalui Co-residence
View More
Copyright © Jakarta Property Institute