Jakarta, 10 Desember 2018 – Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB), bersama dengan Jakarta Property Institute (JPI) dan firma arsitektur PDW Architect, mengadakan diskusi bertajuk “Building Jakarta Upwards”. Kuliah umum ini salah satunya membahas pentingnya pembangunan vertikal di Jakarta dengan jumlah lahannya yang semakin terbatas.
Melalui diskusi panel dengan perwakilan pemerintah, ahli dan praktisi, ini juga mencoba menggali opsi-opsi penyediaan hunian vertikal yang terjangkau dan ruang terbuka hijau di Jakarta. Salah satunya adalah melalui prinsip pembangunan kawasan berorientasi transit (transit-oriented development atau TOD).
Dr. Yudo Anggoro selaku Deputy Director dari SBM ITB Kampus Jakarta mengatakan bahwa diskusi ini dapat berguna menjadi wadah bagi para ahli, pemerintah dan praktisi dari berbagai macam latar belakang untuk saling bertukar pikiran membangun Jakarta yang lebih baik. “Sebagai institusi akademik, sebuah kehormatan bagi kami untuk dapat memfasilitasi diskusi panel ini. Kami percaya diskusi ini dapat membuahkan wawasan baru yang berguna bagi kemajuan kota,” ujar Yudo yang juga merupakan moderator selama acara berlangsung.
Diskusi diawali dengan pemaparan Ir. Dwi Hariyawan selaku Direktur Pemanfaatan Ruang dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional. Beliau menjelaskan tentang Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 16 tahun 2017 yang menjadi Pedoman Pengembangan Kawasan TOD sebagai payung hukum bagi terwujudnya kawasan TOD.
Stasiun, sebagai salah satu area yang dirancang untuk memadukan fungsi transit dengan kegiatan masyarakat kota, diharapkan dapat mengoptimalkan akses dan konektivitas para pelaju terhadap hunian dan tempat mereka berkegiatan. Atau bila memungkinkan, stasiun menjadi pusat di mana semua kegiatan terpusat dan bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki.
Gito Wibowo, Associate Director dari PDW Architect mengatakan dalam sesi pemaparannya, bahwa dengan mekanisme yang tepat, konsep TOD juga dapat menjadi solusi kurangnya hunian terjangkau dan ruang terbuka hijau di Jakarta.
“Kepadatan di Jakarta tersebar horizontal dalam bentuk rumah dan gedung-gedung berketinggian rendah. Dengan lahan yang kian terbatas, ruang terbuka hijau semakin sulit ditemui. Hunian pun semakin mahal, menyebabkan para kelas pekerja terpaksa bermukim di pinggiran kota demi hunian yang lebih terjangkau. Dengan membangun secara vertikal, kita mempersiapkan ruang yang cukup untuk pembangunan Jakarta di masa datang”, ujar Gito.
Tahun 2015, UN Habitat sebagai badan PBB yang menangani masalah permukiman mencatat bahwa Jakarta termasuk ke dalam 10 kota dengan kepadatan tertinggi di dunia, yaitu dengan 9,600 orang per kilometer persegi (km2). Di tahun yang sama, BPS DKI Jakarta juga mencatat setiap harinya ada 1,4 juta pelaju dari daerah atau kota di sekitar Jakarta.
Direktur Eksekutif JPI Wendy Haryanto mengatakan bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk membangun Jakarta ke atas. “Dengan beragam transportasi publik yang sedang dibangun di Jakarta, sekarang menjadi peluang yang paling tepat untuk menggiatkan akses dan konektivitas. Dengan membangun Jakarta ke atas, artinya membangun Jakarta yang lebih terjangkau. Pihak swasta siap bekerjasama dengan pemerintah untuk pembangunan vertikal di Jakarta”, jelas Wendy.
Dr. Joko Adianto, dosen arsitektur Universitas Indonesia, turut hadir pada diskusi panel dan menjelaskan mekanisme pembiayaan yang memungkinkan untuk terwujudnya TOD. Diskusi panel diadakan di SBM ITB Kampus Jakarta pada tanggal 10 Desember 2018.