Sudahkah Infrastruktur Transportasi Jakarta Berpihak pada Kaum Wanita?

Mei 6, 2019

Dari 10 juta jiwa lebih penduduk Jakarta di 2018, separuhnya adalah perempuan. Jumlah penduduk wanita ini masih akan bertambah, dan diperkirakan populasi perempuan justru akan lebih banyak dibanding lelaki. Berdasar data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada akhir tahun lalu, Jumlah penduduk Jakarta diperkirakan mencapai puncaknya pada 2040 di 11,28 juta jiwa. Rincinya, 5,44 juta jiwa laki-laki dan 5,84 juta jiwa perempuan.

 Bertambah banyaknya jumlah penduduk artinya infrastruktur yang dibutuhkan juga semakin banyak. Terutama infrastruktur yang bisa menunjang mobilitas warga Jakarta, salah satunya transportasi. Dengan jumlah penduduk mengisi separuh kota, kaum perempuan sudah seharusnya dilibatkan dalam rencana pembangunan infrastruktur transportasi, dan memiliki hak untuk menikmati sarana tersebut dengan aman dan nyaman.

 Pemerintah DKI Jakarta sebenarnya memiliki master plan untuk pengembangan transportasi kota megapolitan ini. Di antaranya;

  • Pengembangan jalur rel MRT menjadi 223 kilometer
  • Pengembangan jaringan rel LRT menjadi 116 kilometer
  • Pengembangan panjang rute Transjakarta menjadi 2.149 kilometer
  • Pembangunan jaringan rel elevated loopline 27 kilometer, dan
  • Revitalisasi angkot sebanyak 20 ribu unit

Lima rencana akbar transportasi ini tentunya membutuhkan dana hingga ratusan triliun rupiah.  Namun, alangkah baiknya sebelum pembangunan ini berlangsung dilakukan terlebih dulu evaluasi atas infrastruktur transportasi eksisting. Terutama dari sisi keamanan dan kenyamanan untuk kaum perempuan, yang memadati separuh kota ini. Apakah infrastruktur yang sudah dan akan terbangun cukup berpihak pada kaum perempuan?

Perlu dicatat, perempuan memiliki peran signifikan dalam perkembangan ekonomi suatu negara. Hal ini pernah ditekankan juga oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Managing Director IMF Christine Lagarde dalam gelaran pertemuan tahunan IMF dan World Bank di Bali, Oktober 2018. “Jika di planet ini dari 7 miliar separuhnya adalah perempuan, apabila tidak diberi kesempatan untuk menyalurkan pemikiran, bakat, dan potensinya, betapa banyak kesia-siaan,” ujarnya.

Dengan memberikan kesempatan bagi perempuan dalam aktivitas ekonomi, bisa memperkuat dan bahkan menambah pendapatan rumah tangga. Perempuan bukan dinilai sebagai beban, tapi mitra dalam berumah tangga untuk mewujudkan keluarga yang lebih sejahtera. Suami dan istri saling bahu membahu, sama-sama bekerja dan mencari nafkah demi kehidupan yang lebih baik di masa depan. Dengan penghasilan yang lebih baik, kebutuhan gizi keluarga bisa tercukupi ,dan akses ke pendidikan juga semakin terjangkau.

Salah satu kunci agar perempuan bisa berperan aktif dalam mendorong ekonominya adalah dengan dukungan infrastruktur. Infrastruktur transportasi yang mendukung akan sangat membantu pemberdayaan ekonomi bagi kaum perempuan (economic empowerment). Dengan infrastruktur yang terkoneksi dan jalur tempuh yang singkat, kaum perempuan lebih optimal mengelola waktunya untuk keperluan domestic dan kegiatan ekonominya. Misal, seorang ibu untuk perjalanan ke kantor membutuhkan waktu 1,5 jam karena harus menempuh kemacetan. Dengan adanya MRT, perjalanan ke kantor bisa berkurang 30 menit. Sehingga ia bisa datang ke kantor lebih awal atau pulang lebih telat, tidak perlu terburu-buru untuk mengurus kebutuhan rumah tangganya.

Akses mobilitas yang nyaman dalam bertranportasi, dalam efek yang lebih jauh bahkan bisa meningkatkan peran wanita dalam urusan kantornya. Si wanita, berpotensi mendapat promosi dan kenaikan gaji karena lebih produktif dan performa kerja lebih baik.

Menciptakan Infrastruktur yang Ramah dan Empower Wanita

Sektor transportasi memang identik dengan dunia yang maskulin, sehingga dalam pembangunan dan perjalanannya kurang mengabaikan dampak positif dan negatifnya bagi kaum perempuan. Beberapa sarana transportasi sudah mencoba mengakomodasi hal ini, misalnya kereta commuter line yang menyediakan gerbong khusus perempuan untuk mengurangi resiko pelecehan seksual di kereta yang setiap hari tak pernah sepi.

Di Transjakarta dan MRT, sudah disediakan kursi khusus untuk ibu hamil atau penumpang lanjut usia. Tapi, masih terdapat juga beberapa catatan yang bisa diperbaiki oleh penyedia transportasi. Misal anak tangga di beberapa stasiun MRT yang jumlahnya sangat banyak, sementara fasilitas eskalator belum optimal. Ketersediaan toilet, di mana untuk toilet wanita sebenarnya dari sisi jumlah tidak bisa disamakan dengan pria. Sebab, dari sisi biologis struktur tubuh wanita lebih kompleks dibanding pria. Sehingga kaum wanita akan menghabiskan waktu lebih banyak di toilet ketimbang pria.

Di kereta, sering dijumpai masalah yang dihadapi oleh wanita adalah tinggi pegangan tangan. Wanita yang tubuhnya tidak setinggi pria, kerap dijumpai kesulitan meraih pegangan yang tertempel di kereta. Contoh lainnya adalah saat turun dari kereta, kerap dijumpai terdapat jarak yang cukup tinggi antara gerbang kereta dan lantai platform stasiun yang harus dipijak. Ini baru dari sisi yang kasat mata, dan dari sisi kenyamanan. Dalam menciptakan infrastruktur yang memberdayakan perempuan, setidaknya terdapat dua faktor yang menjadi patokan; yakni kenyamanan dan keamanan. 

Faktor kenyamanan lebih dari sisi bagaimana konstruksi infrastruktur mempertimbangkan kondisi fisik dan keterjangkauan akses bagi wanita. Faktor keamanan, lebih menekankan sisi psikologis wanita. 

Perlunya Peran Wanita Dalam Kebijakan dan Rancangan Transportasi Publik

 Agar kedua faktor tersebut itu dipenuhi, kehadiran perempuan dalam perumusan kebijakan sangatlah penting. Hasil riset sebuah lembaga internasional menyebut dengan masuknya perempuan di jajaran direksi dan pengambilan keputusan, maka performa perusahaan bisa lebih baik dibanding sebelumnya. Hal ini tentunya juga berlaku dalam pengambilan keputusan atau perumusan kebijakan pemerintah. Ini juga bisa mendorong pemerintah untuk mengejar target pembangunan berkelanjutan yang dicitakan bisa terwujud pada 2030 mendatang.

Mengutip hasil konferensi Aliansi Perempuan Internasional (International Allience of Woman) pada Oktober 2018 lalu, berikut adalah beberapa rekomendasi yang perlu dipertimbangkan dalam membangun infrastruktur yang mendukung perempuan.

 1.      Menerapkan proyek infrastruktur yang bisa mendorong wanita mengoptimalkan waktu untuk melakukan kegiatan ekonomi dan lebih produktif.

2.    Menerapkan proyek infrastruktur yang bisa mendorong dan meningkatkan kesempatan yang sama sesuai dengan kapasitas.

3.    Melibatkan perempuan dalam merumuskan dan memutuskan kebijakan pembangunan infrastruktur di setiap tahapan.

4.    Pengawasan proyek infrastruktur dan elaborasi perkembangan proyek agar sesuai dengan kebutuhan dan pengalaman kaum perempuan saat uji coba ataupun implementasi.

Selain dari sisi pembangunan fisik tersebut, perlu ditekankan juga soal sosialisasi budaya soal kelayakan bersikap atau berprilaku terhadap perempuan di tempat publik.

Contoh paling nyata adalah membudayakan untuk tidak bersiul atau menggoda ketika perempuan melintas di jalur publik. Hal-hal seperti ini kadang masih dinilai wajar oleh sebagian warga, namun bisa diminimalisir jika terus dibudayakan dan disosialisasikan norma-norma kesopanan kepada mereka.

Pada akhirnya, pembangunan infrastruktur berkelanjutan yang mendukung perempuan masih harus didorong di negeri ini. Peran perempuan harus diakui masih minim dalam pengambilan kebijakan, sebab bagaimanapun kaum wanita memiliki hak yang sama dalam menikmati sarana publik yang dibangun pemerintah.

 Untuk mendukung keterlibatan perempuan ini, tidak bisa dikerjakan oleh satu pihak saja. Perlu kerja sama pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan para aktivis pemerhati hak perempuan atau pengguna sarana umum yang duduk bersama untuk merumuskan kebijakan yang berdampak positif bagi semua pihak.

|

Publications

Konversi bangunan kantor menjadi hunian: komparasi mekanisme beberapa negara
Reformasi Pasar Reformasi Kota
Lahan BUMD, Alternatif yang Atasi Darurat Hunian
Bermula Dari Perizinan
Esai foto - Penyintas Jakarta
Usulan Perbaikan Perizinan Gedung di Jakarta
Glosarium
Potensi Pemenuhan Kebutuhan Hunian Kelas Menengah melalui Co-residence

Blog/opinion

Jakarta sebagai Kota Global
Solusi Kemacetan di Jakarta: Integrasi BRT, LRT, dan MRT
Cara Naik KRL ke Lebak Bulus dari Berbagai Arah di Jabodetabek
Housing Career di Jakarta: Definisi dan Faktor Penghambatnya
Memahami Pengertian serta Pro dan Kontra Skema KPR 35 Tahun
Nama Baru Halte Transjakarta 2024
Hunian Vertikal: Kelebihan Tinggal di Hunian Vertikal
Taman Kota Jakarta: Akses dan Cara Menuju ke Taman Kota Terpopuler Jakarta
Tempat Weekend di Jakarta: Menengok Kembali Survei JPI 2021
Taman untuk Piknik di Jakarta: Mengintip Wajah Baru TMII dan TIM
Bagaimana Agar Pekerja Jakarta Tinggal di Jakarta?
Memahami Perbedaan Kota Padat (Dense) dan Sumpek (Overcrowded): Jakarta Termasuk yang Mana?
Halte Transjakarta Bundaran HI: Tips Berfoto di Spot Favorit Jakarta
Mixed-Use Building: Memahami Manfaat Konsep Mixed-Use dalam Pembangunan Jakarta
Perubahan Pola Pembangunan Jakarta dari Car-Oriented Menjadi Pedestrian-Oriented City
Transportasi Publik di Jakarta dan Pengembangan Konsep Pedestrian 2023
Cara ke TMII dengan KRL Commuterline dan TransJakarta
Integrasi Transportasi Jakarta dan Keuntungannya bagi Warga
RDTR 2022 dan Aturan Penghuni Rumah Susun
Contoh Sertifikat Laik Fungsi (SLF) serta Pengertian dan Kegunaannya
Rencana Detail Tata Ruang: Mengubah Jakarta dengan Mengubah Intensitas Bangunan
Pengertian dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta Pengadaannya di Jakarta
Mengatasi Kekurangan RTH di Jakarta dengan Konsolidasi Area Hijau Privat
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Faktor Penting untuk Mengatasi Darurat Hunian di Jakarta
Pendekatan Pasar untuk Percepat Pelaksanaan Kewajiban Pembangunan Rumah Susun
Menata Senopati, Paduan Kawasan Cagar Budaya dan Pusat Kuliner Semarak
Penyediaan Hunian di Jakarta Butuh Kebijakan Holistik
Tak Hanya Konstruksi, Kebijakan Finansial Krusial bagi Penyediaan Hunian Milik
Empat Hal yang Harus Dipertimbangkan Jakarta Soal Kebijakan Perumahan
Pembangunan Hunian Mixed-Use, Potensi Baru untuk Kota
5 Kebijakan Penyediaan Hunian di Singapura yang Bisa Menjadi Inspirasi bagi Jakarta
Kepadatan atau Overcrowding, Mana yang Harus Dihindari?
Kota Tidak Akan Mati karena COVID-19, Ini Alasannya
Pemecahan Masalah Kolaboratif untuk Mempercepat Izin Konstruksi
Kenapa Jakarta Kekurangan Taman Publik? | Frequently Asked Questions
Konsolidasi Tanah | Frequently Asked Questions
Menyelamatkan Pekerja di Industri Perhotelan yang Rentan Terkena PHK
Hunian di Jakarta - Frequently Asked Questions (Video)
Ini Enaknya Tinggal di Apartemen
Terobosan Tata Ruang Kunci Bangkitnya Ekonomi, Terpenuhinya Hunian
Mewujudkan Apartemen Bersubsidi Melalui Kolaborasi Pemerintah dan Swasta
Penangguhan PBB: Sumber Kehidupan Pekerja Ritel, Hotel, dan Restoran
Urgensi Perpanjangan Masa HGB
Interview with Noerzaman, Architect of JPO GBK (Video)
Cara Membuat Jalan Kaki di Jakarta Lebih Fun (Video)
Penyebab Hunian di Jakarta Mahal
Sektor Properti dan Dampaknya bagi Perekonomian
Pengertian Transit Oriented Development (TOD) dan Penerapannya di Jakarta
Masalah Parkir di Jakarta | Frequently Asked Questions
Apa Itu Kewajiban Pengembang? | Frequently Asked Questions
Mungkinkah Kita Tinggal di Tengah Jakarta? | Frequently Asked Questions
Mengawal Keberlanjutan MRT Jakarta
Nasib Pencegahan Penyebaran Virus COVID-19 Ada di Tangan Kita
6 Temuan Penting dari Survei Hunian bagi Milenial
Ketergantungan Ojol, Solusi atau Masalah?
Mengembangkan Bangunan Sehat di Jakarta, Selangkah demi Selangkah
Kelas Menengah yang Terlupakan
Terlalu Padat, Alasan untuk Tidak Bertindak!
Rumah Tapak Sudah Tak Ideal Lagi
Rusun di Atas Pasar, Potensi Baru untuk Kota
Jakarta yang Lebih Kompetitif (Video)
Suka Duka Tinggal Dekat dengan Tempat Kerja di Jakarta
Lahan BUMD, Alternatif yang Atasi Darurat Hunian
Dekat, Nyaman, Murah di Jakarta.... Jangan Harap!
Perangi Macet Lewat Hunian Padat (Video)
Yuk Kita Bangun Jakarta ke Atas (Video)
5 Manfaat Bertransformasi jadi Compact City
Demi Hunian Terjangkau & Ruang Hijau, Jakarta Harus Membangun ke Atas!
Ingin Sudirman-Thamrin Lebih Lancar? Mari Kita Ubah Kebijakan Parkirnya (Video)
Sudahkah Infrastruktur Transportasi Jakarta Berpihak pada Kaum Wanita?
Bisakah MRT Jakarta Lebih Unggul dari Singapura?
Mensiasati MRT Minim Subsidi
Kegiatan Usaha Dihentikan: Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Bantuan
Menaikkan Peringkat Kemudahan Berbisnis dengan Perbaikan RDTR
Inovasi Pengadaan Ruang Publik sebagai Bentuk Investigasi Desain
Mewujudkan Jakarta sebagai Kota Kolaboratif
9 Hal Penting Mengenai Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Kontribusi Swasta dalam Membangun Pedestrian Jakarta
Kendala Pengembang dalam Mengurus SLF
Sertifikat Laik Fungsi: Untuk Siapa?
Perlunya Revisi Peraturan Keselamatan Bangunan terhadap Bahaya Kebakaran
Swasta Bantu Pemprov DKI Jakarta Atasi Backlog Perumahan
Kegiatan Usaha Dihentikan: Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Bantuan
Konsolidasi Tanah Solusi Housing-for-All di Jakarta
Masalah Hunian pada Kelas Menengah di Jakarta serta Solusinya 
View More

News releases

Cara Mengurangi Kemacetan di Jakarta, Pemerintah Bisa Terapkan Solusinya
Manfaat, Syarat, dan Cara Mengajukan KPR Bersubsidi FLPP
Sektor Properti Bersiap Hadapi The New Normal Setelah Pandemi Covid-19
DKI Siapkan Regulasi Pemanfaatan Ruang untuk Hadapi Tantangan Pandemi Covid-19
Pulihkan Ekonomi, DKI Jakarta Percepat Perizinan Gedung Menjadi 57 Hari dari 360 Hari
RPTRA Borobudur
DKI Jakarta Visited CLC in Singapore
Diskusi JPI: Proses Perancangan dan Benturan Peraturan Jadi Kendala Utama
Centre for Liveable Cities Singapura Berikan Pelatihan untuk BPTSP DKI Jakarta
JPI Dorong Pemerintah Benahi Aturan Izin Mendirikan Bangunan
Carlo Ratti: Inovasi dan Teknologi untuk Menjawab Tantangan Perkotaan
Belum Ada Inovasi Perizinan, DKI Jakarta Turun ke Peringkat Empat Kemudahan Berbisnis di Indonesia
JPI Inisiasi Lari "Ciliwung Punya Kita"
JPI Bantu Fasilitasi Penyusunan Rapergub Prasarana Minimal Jakarta Demi Jakarta yang Berkelanjutan
Jakarta Vertikal, Jakarta Terjangkau
Skema Pembangunan yang Berpihak pada Warga
Mewujudkan Hunian Terjangkau di Tengah Kota
Kombinasi Kantor dan Rumah, Pilihan Tempat Bekerja Setelah Pandemi
Minatkah Milenial Terhadap Hunian Vertikal?
Kerja Sama: Kunci Keselamatan Transportasi Publik di Masa New Normal
Masalah Hunian pada Kelas Menengah di Jakarta Serta Solusinya
Rusunawa: Melihat Lebih Dekat Opsi Rumah Layak Huni Terjangkau di Jakarta
MRT Jakarta Kembangkan Kawasan TOD, Berikut Lokasinya
Masa Berlaku Hak Guna Bangunan (HGB) Serta Cara dan Syarat Perpanjangannya
Izin Mendirikan Bangunan (IMB): Memahami Pengertian, Syarat, dan Manfaat IMB
JPI Gandeng Asosiasi Profesi Susun Policy brief Penataan Kota
Kondisi Terkini Penyediaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta
Potensi Penyediaan Hunian di Jakarta Melalui Co-residence
View More
Copyright © Jakarta Property Institute