Apa Anda tahu Jakarta masih kekurangan 300,000 unit hunian?
Jakarta kekurangan hunian salah satunya disebabkan karena backlog perumahan. Backlog perumahan adalah kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan rumah.
Masalah defisit atau backlog perumahan ini tercermin dari perkampungan, permukiman kumuh dan permukiman ilegal yang kian menjamur di Jakarta. Padahal, hal-hal tersebut sebetulnya membuat warga merugi karena:
Selain berdampak buruk bagi masyarakat, hal-hal di atas juga mempengaruhi lingkungan dan wajah perkotaan yang tercemar. Bagaimana tidak, di tengah kota Jakarta saja masih terlihat ada banyak permukiman kumuh di balik megahnya gedung-gedung tinggi. Tidak bisa dipungkiri, penggunaan lahan di Jakarta saat ini masih belum tertata dengan baik sehingga backlog perumahan pun belum teratasi.
Solusi pemerintah berujung masalah baru
Pemerintah sendiri selalu melakukan inisiatif untuk mengatasi backlog perumahan di Jakarta serta masalah permukiman kumuh yang terbentuk sebagai akibatnya. Inisiatif tersebut terlihat dari penggusuran yang menjadi kontroversial di Jakarta. Namun, proses penyelesaiannya yang seperti ini justru hanya menimbulkan masalah baru: warga kehilangan pekerjaan, sulitnya akses pendidikan, tidak adanya kompensasi, dan lain-lain.
Pada akhirnya, warga lebih memilih untuk kembali membangun rumah di tempat asal. Ini menjadi lingkaran setan yang tidak pernah bisa selesai. Penataan perkampungan dan permukiman kumuh di Jakarta adalah masalah yang rumit. Selain rumit, penanganannya pun butuh dana besar yang didapat melalui APBD dengan birokrasi berbelit.
Melihat kondisi di atas, tentu ada yang harus diperbaiki dari cara kita menangani masalah backlog perumahan ini. Selama ini, hanya pemerintah dan masyarakat setempat yang selalu terlibat dalam penyelesaian masalah kekurangan hunian di Jakarta. Padahal, sebetulnya ada jalan lain yang dapat menjadi alternatif bagi pemerintah, yaitu dengan mengajak pihak swasta.
Ajak swasta selesaikan masalah backlog perumahan
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan mengajak swasta untuk ikut terlibat menyelesaikan masalah backlog perumahan di Jakarta . Mungkin akan banyak orang berpikir, untuk apa swasta ikut repot bantu selesaikan masalah perkampungan dan permukiman kumuh di Jakarta? Padahal, swasta bisa membantu mencarikan solusi inovatif untuk menyelesaikan masalah hunian di Jakarta ini.
Yang juga tidak disadari banyak orang adalah bahwa pertumbuhan kota berdampak pada pertumbuhan swasta. Pertumbuhan ekonomi kota dan penataan kota yang baik berarti pertumbuhan ekonomi pula bagi swasta. Sehingga, sudah menjadi keinginan swasta untuk berkontribusi terhadap penanganan masalah backlog perumahan untuk mewujudkan Jakarta yang lebih baik.
Menanggapi masalah backlog perumahan di Jakarta, pihak swasta menawarkan skema yang dapat diterapkan pada konsep “Geser bukan Gusur”. Sebenarnya, konsep ini sudah diusung oleh pemerintahan sebelumnya dan juga para aktivis kota.
Namun, pada kenyataannya konsep ini sulit untuk diimplementasikan. Belum ada formula tepat yang bisa mendukung jalannya konsep ini hingga dapat memberi keuntungan bersama bagi para pemegang kepentingan: masyarakat, pemerintah, dan pelaku bisnis.
Skema win-win yang memberi keuntungan bersama dalam menangani backlog perumahan
Dalam skema yang ditawarkan oleh pihak swasta untuk menangani masalah backlog perumahan dan permukiman kumuh di Jakarta, warga akan dipindahkan ke hunian vertikal dengan kualitas setara apartemen dan berlokasi di area yang sama dengan tempat tinggal asal. Selain itu, warga juga akan diberikan kompensasi uang tunai selama masa transisi ke hunian baru. Tidak hanya itu, area hunian vertikal yang dibangun juga akan dilengkapi dengan fasilitas kesehatan, pendidikan, RTH, ritel, dan lain-lain.
Skema ini dapat menjadi salah satu model Public-Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Dengan mengikutsertakan swasta, pemerintah tidak perlu menangani masalah backlog perumahan dan permukiman kumuh ini sendiri dan dapat mendelegasi sebagian beban tanggung jawabnya. Apabila dieksekusi dengan benar, masyarakat akan menjadi pihak yang paling diuntungkan.