JAKARTA – Direktur Eksekutif Jakarta Property Institute (JPI) Wendy Haryanto mengatakan sejumlah adaptasi akan dilakukan pelaku usaha properti sebagai dampak dari menyebarnya Covid-19. “Sektor properti sangat butuh penanggulangan yang cepat,” kata Wendy dalam webinar kolaborasi JPI-Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB How Will We Shop and Work? pada Jumat, 15 Mei 2020.
Dalam jangka pendek, Wendy menjelaskan, pengajuan restrukturisasi utang dan bunga pinjaman pada perbankan akan dilakukan pelaku usaha. Dari pemerintah, mereka akan mengajukan keringanan pajak. Langkah ini dilakukan untuk menjaga keberlanjutan bisnis.
Di sisi operasional, Wendy mengatakan wujud adaptasinya berupa penerapan jam operasional gedung yang lebih fleksibel juga dibutuhkan. Tujuannya, agar tidak terlalu banyak orang berkumpul dalam waktu yang terbatas dan bersamaan.
Dalam jangka panjang, menurut Wendy, akan muncul peningkatan kebutuhan terhadap sistem otomatisasi untuk mengurangi sentuhan fisik dan komunikasi digital di perusahaan. Sebab, masyarakat sudah terbiasa bekerja selama pandemi. “Efek lanjutannya kemungkinan adalah berkurangnya demand untuk ruang kantor,” kata dia.
Dari sisi ritel, kata Wendy, tambahan kebutuhan perluasan gudang logistik akan terjadi dibandingkan tambahan jumlah toko. Sebab, kunjungan ke toko masih akan terbatas setidaknya tiga bulan mendatang. Selain itu, peningkatan kebutuhan gudang berbanding lurus dengan peningkatan belanja daring.
Asisten Profesor di Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung, Raden Aswin Rahadi, mengatakan adaptasi bersifat mutlak bagi bisnis properti. Sebab, pandemi atau krisis selalu menjadi bagian yang tidak terhindarkan dari kehidupan manusia. Pandemi Flu Spanyol, SARS, dan ebola sudah lebih dulu menjadi contoh. “Ini akan menjadi bagian integral penting dari siklus bisnis,” kata dia.
Khusus Covid-19, kata Aswin, kebutuhan sektor bisnis untuk beradaptasi makin tinggi. Ia menjelaskan, pandemi Covid-19 tergolong fenomena "Black Swan" yang bersifat “Unknown Unknowns” karena tak ada penjelasan rinci tentang kondisi yang sedang dihadapi. Tingkat ketidakpastian saat fenomena itu terjadi pun sangat tinggi dan membawa konsekuensi kritis di masa yang akan datang. “Dalam hal ini kita akan menghadapi kondisi "new normal" setelah masa PSBB,” ujar Aswin.
Direktur PT Panasonic Homes Gobel Indonesia Wulang Widyatmoko mengatakan perusahaan menerapkan pendekatan personal dan digital marketing sebagai bentuk adaptasi terhadap pandemi. Konten kreatif seperti Instagram Live dan 3D Virtual Tour dibuat sebagai persiapan menuju kondisi The New Normal. “Agar kami masih masih bisa penetrasi ke masyarakat yang sebagian besar bekerja dari rumah,” kata dia.
Selain itu, kata Wulang, tantangan lainnya yakni proyek SAVASA yang berlokasi di Deltamas, Cikarang, Jawa Barat. Proyek yang akan memulai serah terima unit pertamanya itu membuat perusahaan properti kolaborasi antara Panasonic Homes di Jepang dan Gobel International itu berkomunikasi lintas negara yang lebih intensif antara Jakarta dan Jepang. “Tantangan kami adalah perusahaan berjalan dengan baik dan tetap mengikuti aturan pemerintah,” ujar Wulang.
Head of Property and Asset Management Jones Lang LaSalle Naomi Patadungan mengatakan gaya hidup The New Normal akan diterapkan di gedung-gedung bertingkat. Penggunaan masker dan pemeriksaan suhu tubuh di pos kesehatan akan menjadi standar. Tak cuma itu, pembatasan jarak fisik juga masih akan berlaku saat penggunaan lift, toilet, gedung antrean, dan pengaturaan tempat duduk di area makan. Jumlah orang dalam ruang rapat dan ruang pertemuan besar juga akan dibatasi. “Tenant diharapkan terbiasa dengan pertemuan dan training dengan metoda daring dan membatasi menerima tamu dari luar untuk sementara waktu,” kata dia.
Naomi mengatakan perubahan standar dan gaya hidup juga berlaku saat pusat perbelanjaan kembali beroperasi. Kunjungan ke pusat perbelanjaan nantinya hanya untuk memenuhi pembelian barang-barang yang diperlukan. Adapun aktivitas window shopping dari pengunjung akan mengalami penurunan. Pengunjung yang datang ke pusat belanja pun akan lebih terbatas pada usia 15-45 tahun untuk menjaga kesehatan dan kebersihan, serta mempertahankan daya tahan tubuh.
Prosedur lainnya, Naomi menjelaskan, berlaku pada produk pajangan. Toko akan membatasi pembeli untuk menyentuh produk kecuali dengan menggunakan sarung tangan sekali pakai. Pengambilan kartu parkir juga diharapkan menggunakan sistem otomatis. “Shopping Center untuk sementara tidak lagi menjadi meeting point dan tempat berkumpul, sampai kondisi kembali normal,” ujar dia.
Penggunaan fasilitas bersama di dalam pusat belanja juga akan dibatasi oleh pengelola gedung. Itu sebabnya, kata Naomi, antrean di toilet dan lift lobi kemungkinan akan terjadi. Area ibadah masih akan di non-aktifkan sampai ada perubahan kebijakan dari pemerintah mengenai orang berkumpul.