Kota Jakarta yang berdaya saing akan mengundang investor. Dampak positifnya tentu saja semakin banyaknya lapangan kerja serta terciptanya perekonomian yang kuat dan berketahanan.
Untuk mencapainya, Jakarta perlu membenahi beberapa hal. Salah satunya, soal perizinan yang menjadi indikator Tingkat Kemudahan Berusaha atau Ease of Doing Business (EODB). Tahun ini, Indonesia menempati peringkat 73 dari 190 negara yang disurvei Bank Dunia. Pada survei tersebut, Jakarta dan Surabaya dijadikan acuan, tapi lebih condong ke Jakarta karena populasinya lebih banyak.
Studi serupa juga dirilis Asia Competitive Institute di National University of Singapore pada 2017 lalu. Dalam studi yang diterbitkan tiap dua tahun itu, kemudahan berusaha di Jakarta berada di peringkat 4 dari 34 provinsi. Jakarta berada di belakang Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Salah satu variabel utama penentu daya saing kota atau negara berkaitan dengan perizinan konstruksi. Studi EODB 2019 milik Bank Dunia menyatakan skor perizinan dan pendaftaran properti secara berturut-turut 66,57 dan 61,67. Skor ini lebih rendah dari negara-negara terdekat seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang di atas 70.
Untuk itu, JPI mengajak pemerintah, pengembang, dan konsultan untuk menyederhanakan proses perizinan tersebut. Poin penting dalam penyederhanaan itu di antaranya merumuskan aturan persyaratan bangunan seperti perlindungan terhadap kebakaran. Aturan itu memudahkan proses evaluasi dan penerbitan persetujuan. Tujuannya, mencapai target proses perizinan menjadi 8 bulan. Saat ini, rangkaian perizinan itu baru rampung dalam 21 bulan menurut para praktisi dalam penelitian yang dilakukan oleh Jakarta Property Institute.